Kekuatan, Keadilan, dan Kebenaran Hukum Menentukan Masa Depan Bangsa

504446-PHS4JU-729.jpg

Dilansir dari Koran Jakarta – Pemilihan aparat pe­negak hukum yang memiliki integri­tas, moral, dan etika yang baik harus dimulai dari level pimpinan dengan harapan dia pun akan mengangkat pejabat di bawahnya yang juga pu­nya kredibilitas terpuji. Dengan mo­del seperti itu, kekuatan, keadilan, dan kebenaran hukum bisa ditegak­kan, sehingga ikut menentukan masa depan bangsa.

Aparat yang bersih itu diharapkan melakukan pembenahan dari atas ke bawah atau top down, sehingga efektif memberantas praktik hukum rimba yang selama ini kerap dilaku­kan aparat penegak hukum.

Selain itu, dari eksternal, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Ko­rupsi (KPK) diharapkan mengawasi dan menindak aparat hukum yang jelas melanggar hukum. Kalau pe­milihan aparat yang berintegritas di­sertai dengan pengawasan yang ketat menjadi satu kesatuan maka Indone­sia bisa menjadi negara yang maju.

Pakar Hukum dari Universitas Brawijaya Malang, Indah Dwi Qur­bani, kepada Koran Jakarta, Selasa (8/9), mengatakan pemilihan pejabat level atas pada instansi hukum perlu mengutamakan faktor integritas, ke­jujuran, serta kemampuan dalam menempatkan jajaran yang tepat un­tuk menunjang kinerja instansi.

“Untuk memperbaiki wajah hu­kum kita, pemilihan pejabat level pimpinan adalah salah satu kunci­nya. Modal dasar yang dibutuhkan adalah harus memiliki karakter yang berintegritas dan jujur,” kata Indah.

Selain itu, untuk membenahi jajaran, pejabat yang bersangkutan harus punya kemampuan menem­patkan orang yang tepat pada posisi­nya atau right man on the right place yang akan membantunya melakukan pembenahan ke bawah.

Kalau kondisi tersebut tidak dibe­nahi dan dibiarkan maka yang akan terjadi kondisi bangsa ini akan collapse total. Dalam kasus BLBI, misalnya, para pelaku perampok BLBI malah berkawan dengan semua penguasa, sehingga negara ini sulit bisa sembuh dan ujung-ujungnya bisa bangkrut.

Secara terpisah, Pengamat Hu­kum Pidana Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta, Beniharmoni Hare­fa, mengatakan kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini masih sangat memprihatinkan. Bahkan, uang bisa dijadikan loncatan agar terbebas dan terhindar dari jeratan hukum yang ada di Indonesia.

Beni memandang perlu membe­nahi strukturisasi penegakan hukum dari atas ke bawah agar para pemim­pin memberi contoh baik menerap­kan integritas, moral, serta etika ke­pada bawahannya.

Beni mengutip perkataan se­orang ahli pidana Belanda bernama Taverne yang menyatakan hukum yang baik di tangan aparat yang bu­ruk akan menjadi hukum yang bu­ruk juga. “Di tangan aparat-aparat yang baiklah hukum yang buruk se­kalipun dapat ditegakkan,” kata Beni mengutip pernyataan Taverne.

Menurut dia, cara membersihkan saat ini adalah dengan membangun sistem hukum, dalam hal ini struktur (aparat penegak hukum) dari atas ke bawah. Dibutuhkan pimpinan yang berintegritas, bermoral, dan bere­tika agar hukum dapat berjalan dan ditegakkan dengan baik,” kata Beni kepada Koran Jakarta, Selasa (9/9).

Tak berhenti sampai di situ, kata Beni, dalam membersihkannya juga membutuhkan aparat penegak hu­kum yang berintegritas, bermoral, dan beretika juga sehingga hasilnya lebih efektif.

“Ibarat ikan, kalau busuk itu dimu­lai dari kepalanya. Kalau mau bersih, potong dahulu kepalanya. Peran KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga sangat berarti dalam penegakan hukum, khususnya korupsi atau suap, karena KPK lebih independen, dan diberikan kewenangan khusus oleh Undang-Undang,” kata Beni.

Perilaku Aparatur

Senada dengan Beni, Pakar Hu­kum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, juga sepakat bahwa pembenahan dari atas ke bawah se­harusnya dilakukan. “Sudah sejak lama persoalan penegakan hukum di negeri ini lebih disebabkan pada fak­tor aparaturnya,” kata Agustinus.

Pembenahan seharusnya dimulai dari atas karena hingga saat ini be­lum terlihat perubahan yang berarti.

Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan bahwa KPK sebagai lembaga penegak hu­kum sengaja dilahirkan sebagai lembaga independen dengan sa­saran khusus tindak pidana korupsi yang dilakukan penegak hukum dan penyelenggara negara.

“Jadi, ibarat sapu harus yang pa­ling bersih,” kata Fickar.

Dia menegaskan jika ada komisi­oner yang main-main dengan meng­gunakan kedudukannya untuk men­dapatkan fasilitas publik dan hidup bermewah-mewah sangat keliru, karena pada akhirnya akan jatuh saat berhadapan dengan cukong yang mampu membeli keadilan.

Sebelumnya, direktur Eksekutif Center for Budget Analysis, Uchok Sky Khadafi mengatakan agar In­donesia bangkit dan keluar dari te­kanan ekonomi terutama akibat beban utang sudah seharusnya pe­merintah menegakkan kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum.

Kewajiban negara adalah melaku­kan intervensi hukum terhadap insti­tusi yang tidak berlandaskan kepada hukum yang berpihak terhadap ke­benaran dan lebih mengutamakan kekerabatan.

Sebagai negara yang berlandas­kan hukum, maka wajar kalau Presi­den menindak upaya penyalahguna­an hukum oleh aparat yang merusak tatanan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi masyarakat. “Jika hu­kum pun sudah dikorupsi maka ne­gara akan sulit bangkit,” katanya. SB/ola/fdl/E-9

Berita Sebelumnya

UPNVJ Melaksanakan PKKMB 2020 Secara Online

Berita Selanjutnya

UPN Veteran Jakarta Resmi Dirikan Pusat Internalisasi dan Penggerak Manajemen Bela Negara