HumasUPNVJ - Oleh: Dr dr Basuki Supartono, Sp OT (Centre of Stem Cell and Tissue Engineering Research, UPN Veteran Jakarta)
REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa hari yang lalu di media sosial viral sebuah “pengumuman” mengundang mereka yang pernah terinfeksi Covid-19 dan dinyatakan sembuh untuk membantu pasien. Sontak timbul pertanyaan apa maksud dari pengumuman itu. Apa hubungannya antara penyintas Covid-19 dengan seorang pasien lain yang sedang dirawat? Diduga pasien tersebut sedang bertarung dengan virus Corona dan perlu bantuan. Bagaimana ceritanya?
Virus ini sangat berbahaya karena menimbulkan kerusakan struktur jaringan dan kegagalan fungsi organ bahkan kematian. Virus Corona (HCoV-19) masuk tubuh manusia melalui sistim pernapasan. Di dalam tubuh, protein virus berikatan dengan reseptor ACE2 (the angiotensin I converting enzyme 2) yang terdapat pada beberapa organ seperti saluran nafas dan paru, juga hati, jantung, ginjal, saluran cerna, dan pembuluh darah.
Bila masuk dalam darah maka virus ini akan cepat menyebar ke seluruh tubuh. Seluruh jaringan dan organ akan menjadi medan tempur dahsyat antara virus dengan berbagai sel kekebalan tubuh (imunitas).
Sistem imunitas tidak terinfeksi karena tidak mempunyai reseptor ACE2. Hal ini menguntungkan karena memungkinkan tubuh melakukan perlawanan dengan mengeluarkan antibodi. Namun bisa terjadi tubuh gagal mengatasinya, misalnya karena kurangnya kapasitas kekebalan (immunomodulatory capacity) tubuh atau karena faktor usia (lansia). Pasien tersebut harus ditolong salah satu diantaranya dengan memberikan antibodi spesifik terhadap virus Covid-19.
Hal ini yang mendasari pemikiran di atas yaitu memberikan plasma pasien penyintas Covid19 karena diharapkan plasma tersebut mengandung antibodi spesifik terhadap virus untuk membantu pasien memenangkan pertempuran dahsyat tersebut. Cara ini mungkin berhasil namun dapat terjadi kegagalan bila terjadi situasi yang lebih rumit.
Situasi tersebut dikenal dengan nama badai sitokin yaitu pengeluaran sitokin yang sangat banyak akibat terjadinya peningkatan aktifitas sel imunitas yang berlebihan. Sitokin ini sejatinya sangat dibutuhkan karena berfungsi mengatur komunikasi sesama sel imunitas, namun bila konsentrasinya terlalu tinggi malah menyebabkan kelumpuhan sistem imunitas. Akibatnya terjadi kegagalan berbagai fungsi organ seperti paru, jantung dan hati dan kematian. Badai tersebut dapat diatasi dengan mengendalikan respon imnunitas ;dengan pemberian zat pengatur atau imunomodulator. Siapa yang dapat mengambil peran ini? Jawabannya adalah Sel punca.
Sel punca adalah sel yang istimewa karena dapat meregenerasi dirinya dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain yang spesifik. Sel punca bahkan dapat diproduksi, baik manual maupun dengan bantuan mesin (hasilnya berkualitas dan aman). Sumber sel punca dapat berasal dari lemak, cairan sumsum tulang, dan darah.
Sel punca terbukti aman dan banyak digunakan dalam terapi penyakit. Sel punca mempunyai kemampuan membentuk jaringan bila ada jaringan tubuh yang rusak maka sel punca akan aktif, tumbuh dan berkembang membentuk sel dan jaringan baru. Kemampuan lainnya adalah mencegah peradangan dan mempertahankan kekebalan tubuh (imunomodulator).
Kemampuan inilah yang diharapkan dapat meredam badai sitokin tersebut di atas dan hebatnya kemampuan ini semakin meningkat bila sel ini interaksi dengan virus. Hal ini telah dibuktikan di Cina.
Dalam jurnal Aging and Disease (Scopus, Q1) edisi Februari 2020, dilaporkan 7 orang pasien Covid-19 yang sudah berat dan kritis berhasil sembuh secara klinis, laboratoris dan radiologis setelah diberikan infus sel punca. Sel punca ini tidak terinfeksi virus karena tidak punya reseptornya sehingga dapat leluasa bekerja maksimal mengendalikan badai sitokin, selain itu sel punca juga memicu terjadinya regenerasi jaringan yang rusak.
Mungkinkah diterapkan di Indonesia ?
Terapi tersebut sangat menjanjikan dan membuka harapan baru namun demikian penerapannya perlu mempertimbangkan ketentuan etis, medis, legal, dan religi. Secara teknis perlu memperhatikan beberapa hal yaitu donor, sumber, proses produksi, cara penghantaran dan kondisi pasien. Semoga berbagai hal tersebut dapat teratasi agar tersedia terapi Covid-19 yang telah membunuh puluhan ribu orang termasuk para saudara kita di Indonesia.
(Sumber foto dan artikel: Republika.id)