HumasUPNVJ - Berbagai peristiwa ekonomi global yang ada terlihat semakin mendorong kenyataan yang selama ini diabaikan, yaitu proses industrialisasi yang belum maksimal di sebagian besar negara di dunia termasuk ASEAN.
Sementara itu, persoalan baru tidak terelakkan yakni norma ekonomi baru yang diusung oleh China, perubahan iklim, dan ekonomi digitial.
Situasi menjadi lebih rumit dengan adanya pandemi Covid-19 dn peperangan di Ukraina dan tanah Palestina. Upaya memaksimalkan kerja mesin ekonomi di tengah kondisi tersebut tentu tidak mudah dan memerlukan upaya ekstra termasuk kerja sama antar negara.
Untuk itu, sepuluh peneliti dari 10 negara di ASEAN berkumpul di School of Labor and Industrial Relations, University of the Phillippines, Diliman, pada 14-18 Maret 2024 untuk membahas industrial policy and structural transformation di ASEAN.
Acara ini merupakan serangkaian kegiatan yang sebelumnya telah diselenggarakan di Pusat Kajian Pembangunan Berkelanjutan dan Strategis (SSUD) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta tahun lalu.
Terselenggara lewat kerja sama dengan Asia-Europe Institute Universiti Malaya, kegiatan ini merupakan workshop penulisan buku yang nantinya akan diterbitkan oleh publisher internasional. Dalam kegiatan tersebut, SSUD UPNVJ merupakan salah satu instansi yang diundang sebagai pembicara mewakili Indonesia.
Bersama dengan peneliti lainnya yang sebagian besar ekonom, Dr Fachru Nofrian menyampaikan paparannya tentang kebijakan industri dan transformasi struktural di Indonesia. Dalam paparannya, ia menjelaskan kebijakan industri setiap periode pembangunan di Indonesia mulai dari demokrasi terpimpin, orde baru, reformasi, pasca reformasi dan jokowi efffect.
Berbagai kebijakan industri sudah dilakukan mulai dari nasionalisasi, liberalisasi, globalisasi hingga infrastruktur. Berbagai kebijakan tersebut memberikan dampak kepada industri mulai dari industri dasar, industri strategis, industri kunci, industri infant, hingga efisiensi finansial. Meski demikian, industri tidak berkembang sepenuhnya dan industrialisasi belum juga tercapai. Nilai tambah justru semakin merosot tidak sebagaimana yang diharapkan.
Kegiatan diawali oleh penyampaian Prof Rajah Rasiah dari Universiti Malaya yang menyampaikan bahwa kebijakan industri saat ini tidak terbatas hanya pada manufaktur. Negara maju maupun berkembang masing-masing mengalami deindustrialisasi.
Untuk itu, ASEAN harus mencari institusi baru untuk mengembalikan kebijakan industri yang semakin diperlukan sekarang ini. Bagi negara seperti Laos yang baru bergabung dengan ASEAN, kerjasama dengan perusahaan China untuk mengembangkan robot dalam industri smelting metal dan mineral merupakan salah satu kebijakan industri yang diharapkan dapat mewujudkan transformasi struktural.
Dr Latdavanh menyampaikan bagaimana kebijakan industri di Laos. Berikutnya Dr Cassey dari Yusof Ishak Institute, Singapore, memberikan paparan terkait kebijakan industri di Singapura yang dimulai tahun 1965 dengan sektor jasa yang baik, lalu mengalami penurunan dan kenaikan kembali hingga saat ini.
Dalam periode tersebut, Singapura berhasil melalui berbagai tantangan seperti kekurangan tenaga kerja hingga pada akhirnya berhasil mengembangkan R&D dan berhasil menjadi negara industri maju sekarang ini.
Dr Miao ZHIANG dari University of Xiamen, China menjelaskan kebijakan industri di Malaysia. Ia menjelaskan kebijakan industri sebagai institusi yaitu inisiasi, implementasi dan kalibrasi dan penerapannya di Malaysia untuk industri ICT dan global value chain.
Paparan dilanjutkan oleh Dr Teerawat Charoenrat dari Khonkaen University, Thailand memaparkan bahwa manufaktur merupakan sektor penting yang telah memberikan kontribusi signifikan di Thailand misalnya saja semi konduktor yang digunakan di industri otomotif yang merupakan industri kunci di negara tersebut.
Prof Rene dari School of Labor and Industrial Relation, UP Diliman, menjelaskan tentang kebijakan industri di Filipina yang menghadapi tantangan korupsi. Ia juga menjelaskan bagaimana dahulu Samsung merupakan mitra Sanyo sebelum menjadi besar seperti sekarang.
Dr Bach Tan Sinh dari University of Vietnam memaparkan tentang kebijakan industri di Vietnam meliputi mekanikal, otomotif, elektronik, sepatu, tekstil dan garmen.
Dr Osumanu dari Brunei Darussalam memberikan paparan kebijakan industri di Brunei dimana sektor pemrosesan hewan ternak dan refineries merupakan salah satu industri yang berhasil dikembangkan.