HumasUPNVJ - Bilal Sukarno, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta, disematkan sebagai salah satu penerima Penghargaan Karya Mahardika di Wisuda ke-72 UPNVJ di Jakarta Convention Center pada Sabtu, 20 April 2024.
Ia berhasil meraih prestasi membanggakan ini, walau sempat mengalami kesulitan di bidang pendidikan. Bilal pernah tidak lulus sekolah dasar, dan kesulitan melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas karena kondisi ekonomi keluarga.
Bilal bahkan harus bekerja menjadi tukang cuci steam demi bisa bertahan hidup dan melanjutkan pendidikan. Usaha keras ini berbuah manis, karena Bilal kini menjadi salah satu wisudawan terbaik UPNVJ.
Awalnya Bilal mengaku tidak pernah bermimpi untuk bisa lanjut ke bangku kuliah. Alasannya logis, karena kondisi ekonomi keluarga yang secara hitung-hitungan di atas kertas tidak akan bisa mendukung proses perkuliahan, apalagi di Jakarta.
"Tetapi saya melawan itu semua," tegas Bilal, yang berusaha keras hingga pada akhirnya bisa masuk ke UPNVJ.
Terlahir dari keluarga broken home, Bilal harus menyaksikan ayah dan ibunya berpisah ketika kelas 1 SD. Perpisahan itu disebut Bilal menghancurkan semuanya, termasuk berbagai rencana, harapan, dan juga mimpi masa depan.
"Tapi satu hal yang masih saya percayai. Saya memang broken home, tapi bukan broken dreams," ucapnya.
Karena perpisahan ayah dan ibu, Bilal terpaksa harus beberapa kali pindah sekolah. Hal ini tentu menghambat pendidikan Bilal, tapi tidak menyurutkan semangatnya untuk terus belajar.
Setelah lulus dari SMP 2 Banjarmangu, Bilal tidak bisa melanjukan ke SMA karena saat itu ibu saya dalam keadaan bangkrut dan tidak mempunyai uang untuk biaya sekolah. Bilal mengaku sempat marah kepada keluarga, pemerintah, dan juga bahkan kepada Tuhan.
Bilal bertanya-tanya, mengapa seolah dunia ini begitu tidak adil terhadap dirinya. Ia sempat berpikir mengapa semua orang kecuali dirinya bisa hidup begitu tenang dan normal.
Setelah satu tahun menganggur dan tidak sekolah, Bilal bekerja sebagai tukang cuci steam di Cikarang.
Di tempat cuci steam itu, ia bertemu dengan seorang Kepala Yayasan Sekolah yang ingin mencuci mobilnya. Bilal mengobrol dengan orang tersebut, dan mendapat tawaran untuk bersekolah dengan tantangan tertentu.
"Tantangan itu berhasil saya jawab dan tuntaskan. Di sekolah itu, saya berhasil menjadi Ketua OSIS, dan cukup banyak memberikan prestasi dan akhirnya menjadi lulusan terbaik di sekolah itu," sebut Bilal.
Masa Perkuliahan
Setelah lulus SMA, Bilal diterima di tiga universitas negeri dan satu swasta dengan beasiswa. Pilihan dijatuhkan kepada UPNVJ.
Menurut Bilal, UPNVJ kala itu dianggap sebagian orang bukan kampus besar jika dikomparasi dengan kampus-kampus unggulan lain di Jakarta. Ia memiliki pemikiran untuk lebih baik menjadi orang luar biasa di kampus biasa ketimbang menjadi orang biasa di kampus luar biasa.
Bilal mengatakan tidak ada satu pun anggota keluarga yang setuju dengan pilihannya pada UPNVJ. Ia kemudian menantang keluarga untuk mengizinkannya kuliah tanpa perlu dibiayai.
"Karena tidak dibiayai keluarga, masa-masa mahasiswa baru adalah masa paling sulit. Saya harus bangun jam 5 pagi narik ojek online dan pulang jam 9 untuk siap-siap kuliah. Pulang kuliah lanjut lagi ngojek sampai jam 12 malam. Begitu setiap hari sampai semester 1 selesai," ungkap Bilal.
Memasuki semester 2, Bilal mulai mengikuti berbagai perlombaan. Selain karena sudah terlalu lelah untuk menjalani dua peran sekaligus sebagai tukang ojek dan mahasiswa, Bilal mengaku mengincar insentif yang didapat dari juara lomba.
Menurut Bilal, insentif semacam itu dianggap sebagai "gajian" untuk membiayai perkuliahannya. Semester 2 hingga 5 dihabiskan Bilal untuk berkuliah sembari mengikuti berbagai perlombaan.
Di sela-sela proses ini, Bilal mencalonkan diri sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UPNVJ dan berhasil lolos.
"Kehidupan BEM juga tidak kalah menyenangkan dan banyak belajarnya. Karena bagi saya, perlombaan dan BEM adalah Laboratorium Berpikir ide-ide saya sebagai anak politik, sebelum nantinya direalisasikan kepada masyarakat. Dengan menjadi Ketua BEM inilah saya banyak bertemu dengan orang-orang dan menjalin relasi hingga saat ini," tutur Bilal.
'Mendobrak Pintu Dunia'
"Orang-orang sering membagi dunia kampus dengan tiga hal. Aktif Organisasi, Aktif Lomba, atau Kuliah mengejar IPK Tinggi. Bagi saya itu bukan pilihan, tapi bisa dijalankan secara bersama-sama."
"Alhamudlillah, saya bisa membuktikan itu dengan Total 30+ Juara Lomba, Publikasi 5 Jurnal Terakreditasi, menjadi Ketua BEM Universitas, bahkan menjadi lulusan dengan IPK Tertinggi," ungkapnya.
Bilal mengatakan perlombaan yang paling berkesan adalah kompetisi pertama di Politeknik Negeri Batam di tahun 2020. Melalui kompetisi itulah, jalan terbuka lebar bagi Bilal untuk mengeksplorasi dunia perlombaan tanpa perlu lagi bekerja sebagai ojek online.
Hal paling berkesan lainya adalah pernah diajak berkolaborasi dan rapat dengan Kepala Kantor Staf Presiden, Menteri Pemuda dan Olahraga , Menteri Kesehatan dan Bappenas selama sepekan dalam Program Indonesia Future Network.
"Siapa yang mengira anak yang pernah tidak lulus SD dan jadi tukang cuci steam ini bisa rapat satu meja dengan tiga Menteri?" ucapnya.
Melihat kilas balik ke belakang atas berbagai pencapaian ini, Bilal mengaku teringat pesan sang ibu. Ia mengatakan bahwa ibunya pernah berkata, "mama memang tidak sekolah nak, tapi mama yakin anak-anak mama bisa mendobrak pintu dunia."
Sejujurnya, lanjut Bilal, dirinya kurang paham mengenai yang dikatakan ibunya. Pintu dunia apa yang dimaksud. Tapi yang paling jelas adalah, ibunda Bilal meyakini jika anaknya mampu melewati semua tantangan dalam hidup, termasuk di bidang pendidikan.
(*wit/HumasUPNVJ)