HumasUPNVJ – Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) menjadi saksi salah satu momen penting dalam dunia akademik, yaitu pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H. di Auditorium Bhinneka Tunggal Ika, Kampus Pondok Labu UPNVJ, Jumat, 14 Februari 2025.
Dalam orasi ilmiahnya yang bertajuk “Harmonisasi Prinsip Demokrasi, Nomokrasi, dan Teokrasi untuk Hukum Kenegaraan Indonesia Berkeadilan Berdasarkan Konstitusi,” beliau menegaskan pentingnya keseimbangan antara tiga prinsip fundamental dalam sistem hukum Indonesia.
Dalam pidatonya, Prof. Taufiqurrohman menegaskan bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia tidak dapat dipisahkan dari tiga prinsip utama: demokrasi (kedaulatan rakyat), nomokrasi (kedaulatan hukum), dan teokrasi (kedaulatan Tuhan). Ketiga prinsip ini, menurutnya, harus dijalankan secara harmonis agar sistem hukum Indonesia dapat menciptakan keadilan yang sejati.
Meninjau Sejarah Konstitusi Indonesia
Prof. Taufiqurrohman menjelaskan bahwa sejak Sumpah Pemuda 1928 hingga saat ini, Indonesia telah mengalami enam perubahan konstitusi, dengan setiap perubahan mencerminkan pengaruh dari berbagai sistem hukum asing.
Namun, ia menyoroti bahwa sistem Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah satu-satunya lembaga kenegaraan khas Indonesia.
“Saat awal reformasi, kewenangan MPR dikurangi, menjadikannya sejajar dengan lembaga negara lainnya. Padahal, sistem ini dirancang untuk mewujudkan demokrasi yang berlandaskan musyawarah dan hikmah kebijaksanaan,” ujar Prof. Taufiqurrohman.
Pentingnya Harmonisasi Tiga Kedaulatan
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ketiga prinsip tersebut memiliki peran masing-masing dalam menjaga keseimbangan negara:
1. Demokrasi (Kedaulatan Rakyat) menjamin keterlibatan rakyat dalam proses politik, tetapi berisiko menjadi tirani mayoritas jika tidak diimbangi dengan etika dan hukum.
2. Nomokrasi (Kedaulatan Hukum) menjadikan hukum sebagai panglima, namun berpotensi menghasilkan produk hukum yang tidak adil jika hanya mengikuti kepentingan politik mayoritas.
3. Teokrasi (Kedaulatan Tuhan) menegaskan bahwa nilai-nilai keadilan yang bersumber dari ajaran Tuhan harus menjadi dasar dalam pembentukan hukum dan kebijakan negara.
“Hukum yang tidak adil bukanlah hukum, melainkan tindakan kekerasan,” tegasnya, mengutip filsuf Thomas Aquinas.
Demokrasi dan Hukum yang Beretika
Menurut Prof. Taufiqurrohman, penerapan demokrasi harus tetap mengacu pada konstitusi dan norma hukum yang berlandaskan keadilan. Jika demokrasi dijalankan tanpa pertimbangan etika dan moral, maka akan menghasilkan kebijakan hukum yang tidak adil dan dapat berujung merugikan rakyat.
Ia juga menyoroti bahwa banyak produk hukum yang dibentuk secara demokratis oleh parlemen tetapi akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan konstitusi. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar hukum tidak hanya diputuskan berdasarkan suara mayoritas, tetapi juga diuji dengan prinsip keadilan dan etika moral.
Mewujudkan Negara Berkeadilan
Dalam penutup orasi ilmiahnya, Prof. Taufiqurrohman menegaskan bahwa harmonisasi antara demokrasi, nomokrasi, dan teokrasi harus diwujudkan secara seimbang dalam sistem hukum Indonesia.
"Negara yang adil bukan hanya berdasarkan suara terbanyak atau sekadar kepatuhan pada hukum, tetapi juga harus selaras dengan prinsip keadilan dan nilai ketuhanan yang diakui dalam konstitusi," pungkasnya.
Upacara pengukuhan ini dihadiri oleh berbagai akademisi, pejabat negara, serta rekan-rekan sejawatnya.
Lewat orasi ilmiah ini, Prof. Taufiqurrohman tidak hanya memperkuat kontribusinya dalam dunia akademik, tetapi juga menawarkan perspektif baru dalam membangun sistem hukum yang lebih adil dan beretika di Indonesia.