HumasUPNVJ – Fungsi dominan kata ‘Hati’ dalam budaya dan bahasa Indonesia adalah lebih pada fungsi untuk interaksi sosial, menurut Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Prof. Dr. Anter Venus., M.A.Comm dalam acara pengukuhannya sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Komunikasi di Auditorium Bhinneka Tunggal Ika UPNVJ, Jumat, 14 Februari 2025.
Makna ‘Hati’ yang disebutkan Prof Venus merujuk pada pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yakni “sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian.”
“Hati menjadi pusat dari kehidupan yang mewadahi aspek rasa atau emosi, spiritualitas, dan moralitas,” ujar Prof Venus dalam orasi ilmiah di hadapan jajaran tamu undangan dari berbagai kalangan.
Aspek rasa menjadi faktor paling dominan dari seluruh ungkapan terkait hati. Ini menunjukkan ketika seorang individu menggunakan hati dalam berkomunikasi, maka sudah seharusnya ia bisa merasakan apa yang orang lain rasakan sekaligus bertimbang rasa.
Jika dilihat dari aspek spiritual, lanjut Prof Venus, maka perbuatan komunikasi terkait dengan keyakinan orang Indonesia bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi yang bersifat keagamaan.
Sedangkan aspek moralitas terkait pertimbangan moral apakah suatu perbuatan baik atau tidak baik untuk dilakukan.
“Dari ketiga aspek tersebut dapat dibuat penyederhanaan bahwa kemampuan kita mengelola hati akan menetukan kualitas komunikasi kita. Bila hatinya baik maka komunikasinya akan baik,” sebut Prof Venus.
Penekanan kata ‘Hati’ dalam budaya Indonesia sebenarnya tidaklah istimewa. Bangsa-bangsa Asia lainnya juga mengutamakan peranan ‘Hati’ dalam kehidupan mereka seperti pada bangsa China yang menyebut hati dengan istilah Xinin, orang Jepang menyebutnya kokoronin, Orang India menyebutnya mana, orang arab menyebutnya Qalb atau orang Thailand yang menamainya Jai.
“Perbedaanya adalah cara pandang orang Indonesia menempatkan hati betul-betul sebagai pusat kehidupan. Secara konsisten bahasa Indonesia memposisikan hati sebagai titik tolak berbagai bentuk tindakan komunikasi, “ ungkap Prof Venus.
Akal dan Pikiran
Meski konsep ‘Hati’ menempati posisi utama dalam kehidupan orang Indonesia, namun bukan berarti orang Indonesia tidak mementingkan akal dan pikiran. Berbagai ungkapan yang ada justru menunjukkan bahwa kegiatan berpikir itu sangat penting untuk menerangi hati yang bisa jadi pada situasi tertentu menjadi gelap. Sehingga ungkapan “pikir itu pelita hati” menjadi sangat relevan digunakan sebagai argumen pentingnya berpikir.
Di luar itu, masih banyak ungkapan yang menekankan bahwa kegiatan berpikir seperti ungkapan “salah langkah kaki surut, salah kata dipikiri,” atau ungkapan “pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna.”
“Yang artinya adalah agar kita selalu melakukan perhitungan yang cermat sebelum melakukan sesuatu, termasuk sebelum bicara atau mengekspresikan diri di ruang publik,” tutur Prof Venus.
Dengan kata lain, dengan bantuan logika (pikiran) maka tindakan komunikasi manusia tidak akan didominasi oleh rasa (hati) semata. Apabila hati atau rasa mendominasi sepenuhnya tanpa pertimbangan pikiran, lanjut Prof Venus, maka yang akan terjadi adalah bencana, seperti terungkap dalam ungkapan “ikut hati mati, ikut rasa binasa.”
Budi Sebagai Nilai Utama dalam Komunikasi Orang Indonesia
Jika berbicara mengenai ‘Hati’ dalam konteks komunikasi, maka berkaitan erat dengan ‘Budi.’ Dalam KBBI, ‘Budi’ diartikan sebagai alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik-buruk.
Venus mengatakan bahwa dari penjelasa tersebut terlihat bahwa konsep budi mewadahi aspek pikiran (akal) dan perasaan (sebagai unsur hati).
Meski konsep akal masuk dalam pengertian budi tersebut, namun penjelasan lain tentang budi dalam KBBI berfokus pada perbuatan baik, kebaikan, akhlak dan daya upaya atau ikhtiar. Ini mengartikan dalam konsep budi aspek akal hanya salah satu untur untuk menghasilkan tindakan baik-buruk.
Unsur lainnya adalah hati. Jika melihat penjelasan KBBI pada lema budi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa aspek budi perluasan dari konsep hati.
“Bertolak dari alasan tersebut maka dapat dikatakan konsep budi merupakan turunan dari konsep hati. Kalau kita merujuk kembali kepada KBBI, maka kita akan temukan lema atau entri Berbudi di samping diartikan sebagai berakal, tapi juga berkelakukan baik, bijaksana dan yang paling penting orang berbudi diartikan juga sebagai orang yang baik hati atau murah hati,” ungkap Prof Venus.
Kata budi sebagai nilai utama bermuara pada konsep besar budi pekerti (akhlak) yang dalam konteks komunikasi kemudian turun menjadi budi bahasa dan budi bicara.
“Budi bahasa diartikan sebagai tingkah laku dan tutur kata yang sopan, sementara kata budi bicara disamakan dengan akal budi yang artinya berbicara menggunakan akal,” papar Prof Venus.
Orasi ilmiah ini menegaskan bahwa komunikasi masyarakat Indonesia didasarkan pada nilai-nilai yang mengutamakan keseimbangan, kejujuran, kesantunan, dan empati. Prof. Venus berharap kajian tentang komunikasi berbasis nilai-nilai keindonesiaan dapat mendapat tempat dalam khazanah ilmu komunikasi global.
Acara pengukuhan Guru Besar ini dihadiri berbagai tokoh akademisi, pejabat negara, serta tamu undangan dari berbagai instansi. Dengan orasi ilmiah ini, Prof. Venus tidak hanya meneguhkan posisi akademiknya, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan dalam kajian ilmu komunikasi berbasis budaya Indonesia.