HumasUPNVJ - Pakar Hukum Tata Negara yang juga Dosen Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta, Wicipto Setiadi memberikan orasi ilmiah “Simplifikasi Regulasi melalui Pendekatan Omnibus Law suatu Keniscayaan” pada Dies Natalies ke-57 UPN Veteran Jakarta di Auditorium Bhinneka Tunggal ika (Selasa, 7/01/20).
Dalam orasinya Wicipto menyampaikan kondisi regulasi pada saat ini, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas cukup memprihatinkan. Dari sisi kuantitas, keprihatinan ini terkait dengan jumlah regulasi yang terlalu banyak. Terlalu banyaknya regulasi berpotensi berpengaruh terhadap kualitas regulasi yang buruk dan mengarah pada terjadinya ketidakharmonisan, tumpang tindih, konflik antar regulasi. Sebagai contoh, sebut saja pengaturan dalam bidang usaha. Kalau seorang mau berwirausaha pasti akan berhadapan dengan berbagai regulasi, ditambah lagi instansi yang menanganinya tidak hanya satu, tentu saja hal ini membuat aktivitas pelaku usaha tidak mudah.
Berdasarkan pada jumlah regulasi yang sudah terlalu banyak pada saat ini maka perlu dilakukan apa yang disebut dengan simplifikasi regulasi. Untuk melakukan simplifikasi regulasi, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menginventarisasi regulasi yang bermasalah. Opsi ini harus dilakukan dengan cermat, analisis yang tepat, dan dikerjakan oleh tenaga professional yang berintegritas. Penyederhanaan regulasi bukanlah hal yang mudah memerlukan pendekatan sistematik baik substansi, kelembagaan dan kesadaran hukum. Harus didukung dengan kemauan politik yang kuat dari pimpinan negara dan mementingkan kepentingan Negara dari pada kepentingan sektor atau daerah.
Wicipto menyampaikan mulai saat ini hindari pemikiran regulasi merupakan satu-satunya yang dapat mengatasi semua masalah hukum. Mulai saat berusaha berfikir semakin banyak regulasi makan akan semakin mengekang kita dan semakin mempersulit kita. Oleh karena itu, untuk mengatasi kondisi semacam ini perlu dilakukan simplifikasi/penyederhanaan regulasi dengan melakukan pemangkasan regulasi melalui pendekatan Omnibus Law.
Omnibus Law yaitu satu UU yang bisa berisi beragam materi. Model pendekatan Omnibus Law lebih banyak digunakan oleh negara-negara dengan tradisi sistem Common Law (anglo saxon). Indonesia sendiri menganut sistem tradisi Civil Law (Eropa Continental) yang lebih mengutamakan pada sendi peraturan perundang-undangan (regulasi).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan simplifikasi regulasi melalui pendekatan Omnibus Law adalah mengedepankan asas lex posterior derogate legi priori (aturan yang baru menyampingkan aturan sebelumnya) dengan diikuti peraturan dalam “ketentuan penutup”untuk membatalkan regulasi yang hendak dibatalkan. Karena Omnibus Law ini dapat dikatakan mengatur lebih umum.
Terakhir, Wicipto menyampaikan beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam menerapkan pendekatan Omnibus Law ini, yaitu membentuk regulasi dengan menerapkan pendekatan Omnibus Law jangan sampai regulasi baru dibuat hanya semata-mata mempertimbangkan pada satu sudut pandang saja, sebaiknya pendekatan ini jangan sampai banyak kepentingan (politik) sehingga rawan disalahgunakan, Sebaiknya dipilih pendekatan Omnibus Law terbatas (per sector) karena mekanismenya jauh lebih aman dan sangat dimungkinkan secara praktik, Perlu menyusun Prolegnas berdasarkan tema-tema, tidak hanya sekedar kuantitas sembari merevisi UU yang sudah lama , guna menyesuaikan dengan perkembangan keadaan saat ini, Idealnya selama dilakukan simplifikasi/penyederhanaan regulasi semestinya dibarengi dengan moratorium usulan pembentukan regulasi baru karena di khawatirkan akan menjadi tumpang tindih, ego sektoral dan sebagainya, Tidak hanya sekedar kuantitas (banyaknya) regulasi tetapi lebih diarahkan pada kualitas regulasi demi terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.