International Webinar FT UPNVJ “Future Energy: Harvesting, Distribution And Saving”, 2020.

ft_new.jpg

HumasUPNVJ - Dalam rangka memanfaatkan momentum kerja dan belajar dari rumah pada masa pandemi di tahun ini dan sejalan dengan berkembangnya teknologi, webinar menjadi solusi dan salah satu opsi baru untuk memudahkan paara dosen dan mahasiswa dalam menyebarkan informasi terkini. Sama halnya dengan Fakultas Teknik UPN Veteran Jakarta, mereka memanfaatkan situasi ini untuk menggelar “International Webinar Dengan Topik  Future Energy: Harvesting, Distribution And Saving”, 2020. Kegiatan ini diikuti oleh 410 peserta yang mendaftar pada link Google Form yang telah disediakan oleh panitia. 314 peserta berasal dari UPNVJ dan 96 peserta lain dari luar UPNVJ. Dilihat berdasarkan latar belakang, peserta terdiri dari praktisi, dosen dan mahasiswa. Kegiatan ini telah dilaksanakan pada hari Kamis, 28 Mei 2020 pukul 14:00-17:00 melalui apikasi zoom meeting, dan juga live streaming melalui Channel Yotube, Intagram dan Facebook, dengan bantuan penuh dari Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (HMTE) dan Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HMTM).

Webinar ini di moderatori oleh Dr. Henry B.H, Sitorus dan dibagi menjadi 2 sesi, yaitu sesi pemaparan dan sesi diskusi. Sesi pemaparan diisi oleh 3 orang narasumber yaitu :

- M. Arifudin Lukmana, S.T,M.T (Dosen Teknik Mesin), Judul: Harvesting Energy in Electric Vehicle)

- Achmad Zuchriadi P., S.T., M.T. (Dosen Teknik Elektro), Judul: Penghematan Daya Listrik dengan Teknologi IoT di Era New Normal)

- Ir. Terklin Sinuligga (Senior Bid Manager HVDC, General Electric, United Kingdom (UK), Judul: HVDC VSC and Distribution of Renewable Energy)

Pembicara pertama, M. Arifudin Lukmana, S.T,M.T, Dosen Teknik Mesin menyampaikan mengenai “Harvesting Energy in Electric Vehicle”, dalam paparannya, Arifuddin menyampaikan bahwa “rugi –rugi Energy (Energy losses) pada kendaraan mobil, bus, taxi, truk, kendaraan militer dapat dipanen melalui teknologi RSA (Regenerative Shock Absorber) dan KERS (Kinetic Energy Recovery). Teknologi RSA memanfaatkan naik turunnya Shock Breaker pada kendaraan. Energi yang terbuang pada Shock Breaker dapat digunakan untuk menggerakkan roda gila (flying wheel) atau generator untuk menghasilkan daya listrik.

Teknologi KERS memanfaatkan tenaga yang terbuang pada saat pengereman. Tenaga biasanya dikonversi menjadi energi panas pada gaya gesek peralatan rem. Dengan teknologi KERS, tenaga yang dihasilkan dari daya dorong kendaraan digunakan untuk memutar generator untuk menghasilkan listrik. Listrik disimpan dalam baterai untuk digunakan untuk menambah tenaga pada saat dibutuhkan untuk mendorong kendaraan”. Jelasnya

Kemudian dilanjut dengan materi kedua yang dipaparkan oleh Achmad Zuchriadi P., S.T., M.T, Dosen Teknik Elektro dengan judul materi mengenai “Penghematan Daya Listrik dengan Teknologi IoT di Era New Normal”, beliau menyampaikan bahwa “Konsumsi energi di rumah tangga meningkat selama WFH. Perlu melakukan usaha penghematan peggunaan energi listrik. Di satu sisi batubara Indonesia masih banyak, tetapi batubara mengakibatkan pencemaran atau polisi udara yang tinggi. Sebagai contoh, PLTU dengan tenaga Batubara menjadi penyumbang pencemaran udara sekitar 30% polusi di Jakarta. Selain itu batubara mempunyai konstribusi yang tinggi alam perekonomian Indonesia. Tetapi bagaimanapun perlu dilakukan penghematan energi (energy savings) untuk mengurangi biaya dan juga mengurangi polusi yang timbul”. Ungkap Achmad

“Cara berhemat energi listrik yang konvensional adalah dengan mengganti  peralatan listrik yang hemat energi atau membudayakan mematikan peralatan listrik yang tidak digunakan. Saat ini penghematan dapat dilakukan dengan menggunakan Teknologi IoT. Penguasaan IoT meliputi penguasaan : Device, Connectivity dan Platform (aplikasi). Teknologi IoT dapat memonitor pemakaian, memberikan notifikasi penggunaan daya, mematikan dan menghidupkan peralatan dari jarak jauh via Internet”. Lanjutnya

Pemateri ketiga yaitu, Senior Bid Manager HVDC, General Electric, United Kingdom (UK), Ir. Terklin Sinuligga yang menjelaskan mengenai “HVDC VSC and Distribution of Renewable Energy”. Terklin Sinuligga dalam paparannya menjelaskan bahwa, “Indonesia mempunyai potensi EBT yang sangat tinggi tetapi saat ini  pemanfaatanya masih sangat rendah. Indonesia mempunyai potensi energi baru terbarukan (EBT) sebesar 441,7 GW, sementara data sampai tahun 2018 daya  terpasang baru sebesar 8,20 GW. Potensi terpasang ini baru  1.7% dari total potensi yang dimiliki, artinya masih ada potensi kira-kira 98 % yang belum termanfaatkan.

Dalam Pendistribusian atau mengiriman daya dari pembangkit ke konsumen juga telah dibahas. Pengiriman dapat dilakukan dengan menggunakan HVAC dan HVDC, di mana kedua teknologi ini mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pengiriman daya dengan teknologi HVDC mempunyai banyak keunggulan dibanding dengan HVAC. Dalam paparan ini juga dibahas secar mendetail prinsip-prinsip kerja dari HVDC-VSC. Teknologi Konverter menjadi peralatan penting dalam teknologi HVDC dalam penyaluran EBT. Dalam paparan ini sumber EBT difokuskan pada dua sumber EBT, yaitu pembangkit listrik tenaga bayu (angin) (PLTB) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) (solar cell). Pada PLTS kecepatan angin minimum yang dibutuhkan untuk dapat memutar baling-baling angin adalah 3 – 25 m/s. Potensi tenaga Angin di Indonesia pemanfaatannya masih sangat sedikit”. Jelas Terklin Sinuligga.

Pada sesi ini juga ada pembahasan terkait solar cell. Solar Panel (Photovoltage) dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu: jenis un-organik dan organik. Sementara untuk pengiriman dari pembangkit ke konsumen dapat dilakukan dengan cara: on grid connected system, off grid connected system dan hybrid system.

“Kelemahan EBT dengan pembangkit konvensional adalah bahwa biaya pembangunan pembangkit EBT lebih mahal dibandingkan dengan pembamgkit konvensial. Tetapi pembicara 3 menyampaikan bahwa perhitungan biaya tidak cukup hanya memperhitungkan biaya pembangunan tetapi harus menghitung Leverage cost of electricity (LCoE) yaitu memperhitungkan biaya pembangunan dan biaya operasional sampai rentang tertentu, misal 10 tahun ke depan. Diketahui bahwa biaya operasional dari pembangkit EBT membutuhkan biaya operasional yang sangat rendah dibandingkan dengan yang konvensional”. Tutupnya

Terklin Sinuligga juga memberikan saran kepada Pemerintah Indonesia dan PLN untuk sebaiknya lebih fokus dan serius untuk membangun pembangkit listrik energi terbarukan melalui pemberian  garansi, keringan impor, jaminan hukum dan insentif kepada para investor yang beeinvestasi di bidang EBT. Dari segi potensi yang dimiliki Indonesia berpeluang menjual EBT ke negara tetangga.

Kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan diskusi.

webinar_FT.jpg

 

 

 

 

 

 

 

Berita Sebelumnya

Yudhi Nugraha, Kepala Pusat Kajian Regenerative FK UPNVJ: Jika Vaksin Corona Tak Kunjung Ditemukan

Berita Selanjutnya

Hidupkan Kreativitas Selama Pandemi, UKM UFO Gelar Sesi Kelas Virtual Photoshoot bagi Anggotanya secara Daring