HumasUPNVJ - Jakarta, 4 Desember 2020 Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta menyelenggarakan International Conference on Law Studies ke-2 dengan tema “Contemporary Issues on Family Law: Various Perspectives” yang bekerjasama dengan Asosiasi Dosen Hukum Keluarga Islam (ADHKI).
Dalam konferensi internasional ini UPN Veteran Jakarta menghadirkan empat narasumber dari berbagai perguruan tinggi yaitu Prof. Dr. Christopher Cason, BA., JD . dari Fakultas Hukum Universitas Washington, AS, Stijn van Huis, Ph.D dari Universitas Leiden, Prof. Khoiruddin Nasution, MA, Ketua ADHKI Indonesia, Dr. Iwan Erar Josoef, SH, MH, dan Dwi Aryanti, SH, MH keduanya dari Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta.
Rektor UPN Veteran Jakarta Erna Hernawati, menyambut hangat diselenggarakanya 2nd International Conference on Law Studies yang berkolaborasi dengan (ADHKI) Indonesia.
Menurut Rektor tema yang diangkat sangat relevan di tengah meningkatnya persoalan-persoalan hukum dalam keluarga terlebih dimasa pandemi covid 19. Persoalan-persoalan keluarga muncul dengan berbagai latar belakang mulai persoalan ekonomi hingga politik. Dengan digelarnya International Conference ini Rektor berharap menjadi kontribusi pemikiran dalam mengatasi persoalan-persoalan hukum keluarga di tengah pandemi yang sedang berlangsung.
Senada dengan rektor, Dwi Aryanti sebagai pembicara pertama menyoroti terjadinya peningkatan angka perceraian di Indonesia saat pandemik ini. Menurutnya ada korelasi antara terjadinya peningkatan angka perceraian dengan pandemik yang sedang terjadi ini.
“Pandemi Covid-19 mengarah pada Kebijakan Pemerintah untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran Virus Corona. Pencegahan dan penanggulangan dilakukan dengan memberlakukan kebijakan Pembatasan Jarak Sosial Daerah dalam Skala Besar (PSBB), yang menyebabkan semua kegiatan ekonomi terhenti. Penghentian kegiatan ekonomi menyebabkan penurunan omset industri yang berakibat pada pengurangan penggunaan tenaga kerja, sehingga pengusaha memberlakukan kebijakan cuti atau memberhentikan pekerja. Pekerja yang di-PHK tanpa upah atau upah sebagian menimbulkan masalah ekonomi dalam keluarga, sehingga terjadi pertengkaran yang berujung pada perceraian.” ujar Dwi.
Sebagai pembicara Stijn van Huis berbicara tentang hak asuh bersama dan rencana parenting, bahwa hak asuh anak, tunjangan anak, harus selalu dimasukkan ke dalam upaya mediasi dalam kasus perceraian orang tua dengan anak sesuai dengan UU Perlindungan Anak (UU 23/2002 Perlindungan Anak) kepentingan terbaik anak harus menjadi yang terpenting dalam semua kasus yang menyangkut kehidupan anak.
Selain itu Prof. Khoiruddin Nasution juga memiliki cara pandangnya sendiri, beliau mengatakan konsep keluarga Islam adalah egaliter, sedangkan konsep keluarga Arab pra Islam adalah; 1. rasial, 2. feodal dan 3. patriarkal. Jadi reformasi Islam di bidang hukum keluarga adalah mengubah hukum Jahiliyyah yang memiliki 1. ciri ras, 2. feodal dan 3. patriarki, menjadi bersifat egaliter. Oleh karena itu, masalah atau subjek penelitian di bidang Hukum Keluarga Islam dapat menjadi studi banding antara bahasa Arab pra-Islam dan Islam dalam berbagai aspek di bidang Hukum Keluarga; Hak Hidup bagi Laki-Laki dan Perempuan, Bidang Perkawinan, Bidang Poligini, Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Kehidupan Keluarga, Perceraian, Warisan, Jaminan Hak Anak, dan lain-lain.
Dr. Iwan Errar juga menjelaskan pemerintah (RCS) bukan dalam posisi memiliki sumber daya alam, tetapi hadir untuk merumuskan kebijakan, melakukan penataan, melakukan penataan, melakukan pengelolaan, dan melakukan pengawasan. Pemerintah harus memperhatikan hak-hak yang ada baik hak individu maupun hak kolektif yang dimiliki oleh CLC (hak komunal), hak CLC dan hak konstitusional lainnya yang dimiliki oleh masyarakat dan dijamin oleh konstitusi. Negara harus mengakui keberadaan hak CLC termasuk Tanah Adat, sepanjang dalam kenyataannya masih harus ditafsirkan kembali bahwa Negara menjamin dan menjaga keberadaan hak CLC termasuk Tanah Adat untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. orang-orang.
Dalam pembahasan ini Prof. Crist. Lebih menekankan pada persoalan-persoalan pernikahan lintas negara. Persoalan yang disorotnya berkaitan dengan siapa pemilik jurisdiksi karena persoalan yurisdiksi acapkali memunculkan conflict of law. Maka dalam hal ini yang perlu diperhatikan menurutnya adalah penerapan prinsip lex Celebrasionis yang secara operasional memilih yurisdiksi berdasarkan tempat berjalannya pernikahan, atau berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak (best interest of the children), lokasi tempat benda berada jika konflik terkait juga dengan property (property based on location). Persoalan-persoalan seperti ini memerlukan komitmen penyelesaian dengan baik agar persoalan yang terjadi tidak berlarut-larut.
“Globalisasi telah meningkatkan pentingnya status keluarga yang tahan lama dan dapat dibawa-bawa, dan matinya aturan ketat yang mengatur akses ke pernikahan dan perceraian telah menghapus banyak kebijakan atau kepentingan negara yang pernah beroperasi di bidang ini” tambah Prof. Crist.