UPNVJ Suarakan Pentingnya Kembangkan Pelayanan Hiperbarik di Indonesia

Diskusi_Hiperbarik3.jpeg

HumasUPNVJ - Pelayanan Hiperbarik sudah berjalan di Indonesia, namun baru terbatas di rumah sakit. Belum ada pelayanan semacam itu di layanan primer. Padahal, pelayanan hiperbarik juga dinilai perlu diterapkan layanan primer di bawah level rumah sakit.

Hal seputar pelayanan hiperbarik ini dibahas dalam acara bertajuk Diskusi mengenai Pelayanan Hiperbarik di Indonesia yang digelar di Medical Education and Research Centre Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta pada Rabu, 8 November 2023.

Direktur Pelayanan Kesehatan Primer dari Kementerian Kesehatan RI, dr. Obrin Parulian, M.Kes., mengatakan bahwa ada semacam mismatch mengenai aturan pelayanan hiperbarik di Indonesia, yaitu antara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 14 Tahun 2021.

Dalam PP No 5 Tahun 2021, disebutkan bahwa izin usaha untuk pelayanan hiperbarik boleh dilakukan rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, klinik swasta, dan penunjang pelayanan kesehatan.

"Tetapi begitu keluar permenkesnya, sebagai turunannya, hanya dibuka di dua, yaitu rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Akhirnya jadi 'terkunci' hanya di rumah sakit," ucap Obrin.

Diskusi_Hiperbarik.jpeg

"Sehingga dari perkembangan inilah, kita sekarang sedang menjalankan proses revisi," sambungnya.

Selain terbatas hanya di rumah sakit, pelayanan hiperbarik di Indonesia juga saat ini hanya dilakukan oleh dokter spesialis. Lewat revisi nanti, diharapkan dokter umum juga bisa menjalankan prosedur hiperbarik, dengan catatan dokter tersebut sudah mendapatkan kompetensi tambahan.

Cara-cara mendapatkan kompetensi tersebut, termasuk pelatihan serta sertifikasinya, sedang dalam pembahasan.

Pengembangan Layanan Hiperbarik

Staf Khusus Menteri Kesehatan, Prof Laksono Trisnantoro MSc PhD, mengatakan bahwa pelayanan hiperbarik di Indonesia memang sudah berjalan, namun masih relatif rendah dalam hal jumlah. Padahal, Indonesia adalah negara kepulauan dan maritim, di mana masalah-masalah kesehatan terkait air kerap terjadi dan masuk dalam ranah pengobatan terapi hiperbarik.

"Jangan sampai yang menikmati pelayanan hiperbarik di Indonesia hanya 500 ribu orang, misalnya. Jadi kita semua sekarang dalam semangat pengembangan," ucap Laksono.

"Jadi selain teknologinya sudah matang, regulasinya juga harus dipersiapkan. Hiperbarik harus dikembangkan, jangan diperkecil," sambung dia.

Prof. Dr. M Guritno Suryokusumo,SMSHS, DEA Guru Besar UPN Veteran Jakarta, mengonfirmasi bahwa salah satu masalah utama seputar pelayanan hiperbarik di Indonesia adalah perizinan.

Ia menekankan kembali pentingnya bagi pemerintah untuk segera merevisi Permenkes No 14 Tahun 2021. "Saat ini pelayanan medik hiperbarik hanya sampai di klinik utama, belum sampai di layanan primer," tutur Guritno.

"Diharapkan ke depannya dokter umum dengan kompetensi hiperbarik bisa berjalan di Indonesia, seperti yang ada di program Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Kesehatan UPNVJ," pungkasnya.

Hiperbarik adalah metode pengobatan yang dilakukan dengan menghirup oksigen murni dalam ruangan bertekanan udara tinggi. Dengan kondisi ruangan seperti itu, aliran oksigen yang masuk ke dalam tubuh akan menjadi lebih banyak.

Saat terapi hiperbarik dilakukan, ruangan yang akan digunakan memiliki tekanan udara hingga tiga kali lebih tinggi daripada tekanan udara normal. Dengan kondisi ruangan tersebut, diharapkan aliran oksigen yang masuk ke dalam tubuh akan lebih banyak.

Terapi hiperbarik dipakai untuk mengobati berbagai penyakit, di antaranya keracunan karbon monoksida, anemia, luka bakar, hingga kehilangan pendengaran dan penglihatan secara tiba-tiba.

Berita Sebelumnya

UPNVJ Jadi Tuan Rumah Kegiatan Workshop dan Asistensi PDDikti 2023

Berita Selanjutnya

UPNVJ Lakukan Studi Banding Pendirian Prodi Humas ke UPN Veteran Yogyakarta