HumasUPNVJ - Pada hari Rabu, 20 Maret 2024, Dr. Henry Binsar, Wakil Rektor Bidang Akademik UPN “Veteran” Jakarta diberikan mandat secara langsung dari Gubernur Lemhannas melalui surat perintah tentang penyelenggaraan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVI untuk menjadi salah satu panel bersama Laksda TNI (Purn) Bambang Darjanto, Dr. H. Akbar Faisal, Laksda TNI Sawa, dan Laksma TNI Saptono Djuniawan.
Dalam keterangan tertulis yang diterima humas UPNVJ, diskusi panel tentang NKRI dan Konsolidasi Demokrasi Menyongsong Indonesia Emas 2045 pada PPRA LXVI Tahun 2024 Lemhannas RI ini bertujuan untuk memberikan ilmu dan pengetahuan bagi kader-kader pimpinan tingkat nasional. Kegiatan ini bertujuan membekali dan menyiapkan kader- kader pimpinan tingkat nasional dari berbagai komponen strategis bangsa menjadi pimpinan tingkat nasional yang bermoral, beretika dan berkarakter negarawan, berwawasan kebangsaan, berpikir strategis dan terampil dalam memecahkan masalah pada lingkup nasional, regional maupun global. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, salah satu materi pembekalan yang diberikan adalah materi Sub Bidang Studi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dr. Henry Binsar H. Sitorus, selaku panelis II ditugaskan untuk memberikan materi mengenai “Tantangan Konsolidasi Demokrasi Dalam Perspektif NKRI” kepada 100 orang peserta yang terdiri dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, Polri, Lembaga Negara, Kementerian, Pemerintah Provinsi, Organisasi Masyarakat, dan Negara Sahabat (Arab Saudi, Australia, Brunei Darussalam, Fiji, India, Malaysia, Singapura dan Timor Leste). Kegiatan ini berlangsung secara tatap muka bertempat di Ruang NKRI Gedung Pancagatra Lantai 3 Barat Lemhanas RI.
Dr. Henry Binsar H. Sitorus mengatakan dalam paparannya, bahwa yang dimaksud dengan konsolidasi demokrasi adalah proses untuk memperkuat dan memantapkan sistem demokrasi dalam jangka panjang sehingga dicapai suatu kondisi yang stabil dan berkelanjutan. Ada beberapa hal penting agar konsolidasi demokrasi dapat berlangsung, yang pertama adanya kesepakatan para aktor politik dan semua pihak yang terlibat dalam politik, seperti pemerintah, partai politik, dan masyarakat sipil, bahwa demokrasi adalah sistem yang terbaik. Hal kedua, adanya lembaga demokrasi yang kuat. Lembaga-lembaga demokrasi seperti parlemen, pengadilan, dan komisi pemilihan umum, badan pengawas pemilu harus berfungsi dengan baik dan kredibel. Hal ketiga, masyarakat mempunyai kesadaran politik yang tinggi, sehingga mereka ikut terlibat dalam proses demokrasi, misalnya dengan cara ikut memilih dalam pemilu dan menyampaikan pendapat mereka.
“Ada beberapa tantangan yang dapat mendegradasi kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi sehingga konsolidasi demokrasi tidak berjalan dengan baik. Kesenjangan yang lebar antara kaya dan miskin, serta antara pusat dan daerah, dapat memicu munculnya konflik dan ketidakstabilan, sehingga masyarakat tidak percaya bahwa sistem demokrasi dapat membawa kesejahteraan. Hal lain lagi, lemahnya penegakan hukum dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi. Masyarakat tidak terlindungi dengan baik secara hukum, praktek jual beli perkara, hukum tumpul ke atas tajam ke bawah, korupsi yang tinggi dan hal lainnya berkaitan dengan carut marut penegakan hukum. Keberagaman etnis, budaya, agama, dan bahasa yang dimiliki Indonesia dapat menjadi kekuatan besar apabila terkelola dengan baik, tetapi keberagaman ini juga bisa menjadi sumber konflik apabila tidak dikelola dengan benar. Keberagaman itu sendiri sering juga dimanfaatkan oleh elit politik untuk mendapatkan dukungan, yang sering disebut dengan politik identitas. Selain itu, radikalisme dan intoleransi yang masih ada di Indonesia dapat mengancam demokrasi dan pluralisme. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat memperkuat demokrasi. Melalui teknologi informasi memungkinkan masyarakat mengetahui berita dan perkembangan yang terjadi di seluruh belahan bumi ini. Media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan partisipasi politik dan memperkuat akuntabilitas pemerintah. Namun, sebaliknya media sosial dapat digunakan untuk menyebarkan berita palsu (hoax) dan disinformasi yang dapat mengancam integritas proses demokrasi. Oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut di atas, antara lain; penegakan hukum yang tegas dan konsisten, pemberantasan korupsi, mempromosikan toleransi dan kerukunan umat beragama, memperkuat pendidikan demokrasi dan meningkatkan kesadaran politik masyarakat sehingga persentase masyarakat yang ikut dalam pemilu terus meningkat”, jelasnya.
Bersamaan dengan itu, dua panelis lainnya, yakni Laksda TNI (Purn) Bambang Darjanto, selaku Panelis I memberikan materi ceramah tentang Konsolidasi Demokrasi dan Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Dr. Drs. Akbar Faizal, Pengamat Sosial, selaku Panelis III menyampaikan materi tentang Implementasi Konsolidasi Demokrasi Menyongsong Indonesia Emas 2045 Dalam Perspektif Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Diharapkan para peserta dapat memperoleh pembekalan dan perluasan wawasan dalam memahami dan menangani serta dapat memberikan solusi pemecahan masalah dalam konsolidasi demokrasi menyongsong Indonesia Emas 2045 dalam perspektif NKRI. (*s)