UPNVJ Gelar Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-47: Inovasi & Transformasi Digital Pendidikan Tinggi untuk Keadilan Sosial

HumasUPNVJ – UPN “Veteran” Jakarta (UPNVJ) menyelenggarakan orasi ilmiah bertajuk "Inovasi dan Transformasi Digital Pendidikan Tinggi untuk Keadilan Sosial". Acara ini merupakan puncak perayaan Dies Natalis ke-47 UPNVJ dan menghadirkan Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret sekaligus Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, sebagai pembicara utama.

Dalam pidatonya, Prof. Pujiyono, yang akrab disapa Prof. Puji, menekankan peran strategis perguruan tinggi sebagai garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanah Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ia menegaskan pentingnya inovasi dan transformasi digital untuk menghadapi tantangan global, memperkuat karakter institusi pendidikan, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

IMG_1844.JPG

Pentingnya Inovasi dan Transformasi Digital

Prof. Puji menjelaskan bahwa inovasi adalah penemuan baru, sementara transformasi digital adalah pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efektivitas berbagai aspek organisasi, termasuk pendidikan. Ia menyoroti pembelajaran daring (e-learning) sebagai contoh nyata transformasi digital yang membuat pendidikan lebih fleksibel dan mudah diakses.

Namun, tantangan tetap ada. Indonesia masih berada di peringkat ke-6 Indeks Digitalisasi Global di Asia Tenggara, jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. "Transformasi digital bukan hanya kebutuhan. Transformasi digital menuntut dunia pendidikan untuk senantiasa beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, terutama penyesuaian penggunaan teknologi dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran." tegasnya.

Transformasi digital merupakan bidang peluang sekaligus tantangan dalam dunia pendidikan. Kemajuan teknologi yang berkembang pesat membuat transformasi digital telah memasuki ranah kehidupan manusia sehari-hari. Mau tidak mau, manusia harus terus mengikuti arus kemajuan teknologi dan terus beradaptasi.

Berbicara tentang digitalisasi, Indonesia saat ini masih berada di urutan ke-6 (33,1 persen) untuk Indeks Digitalisasi Global di Asia Tenggara bersanding dengan Singapura diurutan pertama (76,1 persen), Malaysia diurutan kedua (49,9 persen), Thailand diurutan ketiga (47,2 persen), Vietnam diurutan keempat (36,7 persen), dan filipina diurutan kelima (34,9 persen).

Inspirasi dari China: Reformasi Jurusan Tradisional

Pada paparannya Prof. Puji mengajak para hadirin untuk menyimak satu case yang terjadi di China berkaitan dengan pentingnya transformasi digital peguruan tinggi. Sebagai contoh global, Prof. Puji mengungkap perubahan radikal di China, di mana 19 universitas mengganti jurusan tradisional dengan program berbasis teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), robotika, keamanan siber, blockchain, hingga big data.

Langkah ini membuktikan pentingnya penyesuaian pendidikan tinggi terhadap kebutuhan pasar modern dan perkembangan teknologi. Perubahan ini merupakan bagian dari inisiatif yang lebih luas yang dipimpin oleh Kementerian Pendidikan China, yang telah mendesak universitas untuk menyelaraskan kembali program mereka agar lebih melayani tujuan modernisasi China.

Keadilan Sosial Melalui Pendidikan Tinggi

Prof. Puji juga menggarisbawahi ketimpangan akses pendidikan tinggi di Indonesia. Data yang dikutip dari UNESCO tentang presentase lulusan perguruan tinggi di negara-negara ASEAN menunjukan Indonesia ada diperingkat 6 (10 persen) dengan kondisi Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak di ASEAN.

Di sisi lain, dari 48 negara di dunia, Indonesia ada di urutan kedua paling akhir Setelah Afrika Selatan, rata-rata jumlah lulusan perguruan tinggi di negara-mitra OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development) ada di angka 47,42 persen. Sedangkan Indonesia hanya 17,93 persen dan Afrika Selatan ada di angka 13,11 persen.

Dari dua data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa akses ke pendidikan tinggi belum merata di Indonesia. Hal ini didukung oleh data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) yang menunjukkan jumlah penduduk Indonesia yang memiliki pendidikan hingga perguruan tinggi hanya 6,68% dari jumlah penduduk nasional.

Data-data di atas menjadi bukti bahwa akses ke pendidikan tinggi belum memenuhi amanah dari UUD 1945. Sebagaimana dituliskan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa alah satu tujuan Negara dalam yaitu pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia yang dikemas dalam bahasa “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Hal ini kembali ditegaskan dalam Pasal 31 UUD 1945 menyatakan “pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara”.

Konsekuensi dari belum meratanya akses ke pendidikan tinggi adalah tidak meratanya sumber daya manusia di Indonesia. Tentunya hal ini memerlukan perhatian dan penanganan yang serius oleh pemerintah.

Pendidikan tinggi begitu penting sebab pencapaian sampai pendidikan tinggi akan membuka prospek pekerjaan yang lebih baik. Menurut OEDC, pencapaian pendidikan sampai ke pendidikan tinggi juga mempengaruhi tingkat upah.

Pekerja yang berusia 25-64 tahun dengan pendidikan tinggi memperoleh penghasilan sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan dengan orang dengan pendidikan menengah.

Hingga dapat dikatakan perspektif keadilan sosial dikaitkan dengan akses ke Pendidikan Tinggi  memiliki korelasi, dimana Pendidikan Tinggi dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai keadilan sosial.

Upaya Penjaminan Akses Ke Pendidikan Tinggi di Indonesia

Upaya yang dapat dilakukan untuk menjamin akses ke pendidikan tinggi bagi warga negara yaitu pertama dengan melakukan pemerataan perguruan tinggi yang berkualitas di Indonesia. Upaya ini dapat diwujudkan melalui transformasi digital dengan 4 fokus utama yaitu empowered employees, engaged customers, transformed product, dan optimized operations.

Penguatan karakter perguruan tinggi  dapat meningkatkan mutu dan relevansi Pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan adopsi Teknologi-Revolusi Industri 4.0 dan 5.0. Kehadiran Industri 5.0 adalah untuk menciptakan keseimbangan antara kemajuan teknologi digital, kemajuan ekonomi paralel dengan penyelesaian masalah sosial. Industri 5.0 identik dengan sinergi peradaban manusia dan teknologi digital tanpa menghilangkan jati diri manusia yang sesungguhnya

Upaya selanjutnya yaitu transformasi pendidikan tinggi melalui ruang digital untuk akselerasi akses ke Pendidikan.

Pada saat pandemi Covid 19, telah ditunjukan bahwasanya pendidikan tinggi bisa dijangkau melalui transformasi digital. Transformasi tersebut harus dilakukan tanpa mendegradasi kualitas pendidikan.

Transformasi digital pada Pendidikan Tinggi diharapkan bisa menjangkau para pembelajar di daerah tanpa perlu memikirkan cost yang besar dibandingkan metode yang konvensional. Alat ukur penilaian Perguruan tinggi pun harus dirubah. Alat ukur IKU/SPMI dan SPME lebih cenderung penguatan struktur institusional, ke depan harus diukur pada peran dalam pemberian Solusi. Perguruan tinggi harus juga diukur kemampuanya menyeimbangkan academic, business dan social perspective.

Dalam peranya sebagai agen sosial, Perguruan Tinggi harus mampu menjadi jangkar dari belum meratanya pendidikan di Indonesia, ini yang kedepan harus diuukur oleh kementrian, karen sejatinya pemerintah (kementrian) tidak mungkin melakukan pemerataan pendidikan tinggi, tanpa agen sosial, yakni Perguruan Tinggi, tentu dengan memanfaatkan inovasi dan transformasi digital.

Acara ini menjadi pengingat pentingnya inovasi dan transformasi digital dalam pendidikan tinggi untuk mewujudkan keadilan sosial di Indonesia. UPNVJ, dengan visi dan misinya, diharapkan dapat terus menjadi pelopor dalam mendukung kemajuan pendidikan tinggi di tanah air.

 

Berita Sebelumnya

Kilas Balik Prestasi dan Transformasi UPNVJ Pada Peringatan Dies Natalis ke-47