HumasUPNVJ - Pernahkah Anda merasakan perbedaan sensasi rasa kopi jika meneguk kopi dari gelas yang berbeda bentuk, ukuran dan warna? Di beberapa tempat yang pernah saya singgahi para chef, barista dan penjual menyediakan gelas yang berbeda untuk diisi seduhan kopi. Di Hotel Harper jl. Pangeran Mangkubumi Jogjakarta gelas untuk kopi berukuran tinggi, besar (mirip beer glass) dan berwarna putih, dengan pegangan di sisinya (Jika diisi penuh dibutuhkan hampir dua gelas cangkir yang biasa dipakai di rumah kopi Jalan Roda Kota Manado). Di Hotel Four Point Surabaya (samping Tunjungan Plaza) gelas kopi berbentuk cangkir (cup glass) berukuran cukup besar, warna putih dengan mulut lebar dan pegangan di sisinya,tanpa tatakan gelas. Mirip salah satu gelas di rumah kopi Solong Banda Aceh. Di Swissbel Hotel Manado, wadahnya berbentuk cangkir (cup glass), berukuran lebih kecil dari yang di Hotel Four Point, berwarna putih, bagian bawah sedikit lebih lebar disertai pegangan dan tatakan (kalau sedang di Swissbel ini saya lebih suka mengisi seduhan kopi dalam gelas kecil transparan yang biasa dipakai untuk air lemon, apel atau infus water).
Di rumah kopi Kongji Belitung atau Manggar, atau gelas kopinya ada yang cangkir pendek transparan (cup glass) dan ada yang di gelas plastik sedang. Di rumah kopi Aming Pontianak gelas dan sendoknya lucu, dan belum saya dapati di tempat lain. Di Jl Wahid Hasyim Jakarta Pusat ada rumah kopi Phoenam yang cangkirnya ada yang model jaman doeloe. Di rumah rumah kopi Jalan Roda Manado seperti juga rata rata rumah kopi di Manado wadahnya cangkir transparan (cup glass), ukuran sedang dengan pegangan dan tatakan.. Di rumah kopi lebih elit seperti starbuck gelasnya dari plastik berwarna putih, berbentuk seperti cerobong dengan macam macam ukuran dan ada gambar/ tulisan, yang dikenal mirip pint glass. Di Bakoel Koffie Cikini saya menikmati kopi dalam gelas bernama irish coffee glass, gelas berukuran tinggi dengan tangkai kaki. Sementara kawan saya menikmatinya dalam coffee glass. Kalau di Jogya ada Klinik Kopi dimana Anda bisa menentukan sendiri rasa kopi Anda, maka soal gelas kopi ada di rumah kopi Harapan Djaya Jl.Panglima Polim Jakarta Selatan. Di sini, Anda bisa memilih gelas yang akan Anda pakai. wow. Di Manado, kebebasan memilih gelas ini, tidak saya temukan. Anda para penjual kopi bolehlah mencoba gaya ini.
Gelas dan Rasa pahit
Riset oleh Dorn dkk (2014) menemukan bahwa jika Anda menikmati kopi dalam cangkir berwarna putih maka intensitas dan kenikmatan rasa kopi lebih tinggi jika Anda menikmati dalam cangkir transparan atau berwarna (inikah alasannya hotel hotel menyediakan wadah dalam cangkir atau gelas putih? sehingga kita membayar lebih mahal dibandingkan rumah kopi di pinggir jalan. Padahal kopinya berjenis sama). Peneliti juga menemukan kopi dirasa kurang manis dalam cangkir putih dibandingkan cangkir transparan atau berwarna (tampaknya oke memakai cangkir transparan atau berwarna buat mereka yang sedang diet rendah kalori). Rasa dan aroma kopi atau minuman Anda dipengaruhi oleh apa yang Anda lihat dan wadah apa yang dipakai. Manakah yang terasa lebih manis: minuman berwarna merah atau jernih seperti air putih? Kebanyakan orang merasakan bahwa minuman berwarna merah memiliki sensasi manis lebih baik dari sarna jernih, apagai hitam.
Jaman old ketika masih mahasiswa saya merasakan mie ayam yang dijual oleh penjual mi gerobak di kampung saya (Teling bawah-Banjer) terasa sangat enak dan lezat dibandingkan yang saya rasakan ketika menikmati mie sejenis di beberapa lokasi di Manado saat ini, bahkan oleh penjual yang sama, dengan ramuan yang sama. Baru saya sadar bahwa jaman old penjual menggunakan piring ceper besar sedangkan penjual jaman now memakai piring berbentuk mangkuk. Steward dan Goss (2013) menemukan bahwa bentuk piring, dan apalagi dikombinasikan dengan warna, sangat memengaruhi selera dan jumlah yang dimakan. Fiszman (2013) menemukan bahwa minuman coklat panas akan terasa lebih nikmat jika diminum dalam gelas plastik berwarna orange dibandingkan warna putih. Peneliti lain menemukan bahwa caffe late terasa lebih kuat dan kurang manis jika disajikan dalam gelas porselen putih dibandingkan cangkir (glass mug).
Peneliti Dorn (2014) menemukan bahwa rasa manis, memengaruhi kepribadian ‘penyesuaian diri’ (agreeableness) dengan orang lain. Termasuk munculnya dorongan untuk membantu orang lain. Artinya, jika Anda merasakan sensasi rasa manis yang nikmat dari kopi, maka kecenderungan kepribadian Anda untuk membantu orang lain akan segera terwujud. Sebaliknya, menurut riset sejumlah ahli yang dipimpin oleh Sagioglou (2014) dari Universitas Innsbruck Austria, jika Anda punya bakat kekerasan, agresifitas, narsis, suka bermusuhan, dan secara umum bakat psikopati (orang gila), maka kopi pahit (expresso) akan memicu munculnya sifat sifat itu. Jika Anda orang yang sangat teguh, tegas dan keras dengan nilai-nilai moral, maka rasa pahit akan membuat Anda menjadi lebih keras lagi. Pengalaman saya mengamati topik cerita di warung kopi membuktikan bahwa cerita menjadi lebih keras, tegang dan menusuk hampir selalu dimulai oleh mereka yang menikmati kopi hitam dengan rasa pahit yang mencolok.
Situasi bahkan memengaruhi kenikmatan. Pernahkah Anda memerhatikan rata rata rumah kopi klasik itu tempat duduknya berupa bangku dari kayu dengan meja untuk 4 orang? atau perhatikanlah meja kursi di starbuck atau expresso. Para disainer interior amatiran ini mengirim pesan ke kita para penikmat kopi bahwa enaknya kopi hanya bila minum bersama. Tak ada kenikmatan kopi jika duduk sendirian. Nikmatnya kopi hadir dalam gelak tawa dan cerita yang mengalir di antara para penikmatnya. Di rumah kopi klasik tempat duduk dari bangku akan membatasi lama waktu untuk duduk (otot bokong kita paling lama 30 menit sudah terasa tidak nyaman). Pernahkah Anda rasakan bagaimana suasana menikmati kopi di Jalan Roda, rumah kopi Tikala, rumah kopi di pasar bersehati dan pasar Karombasan (saya menyebut rumah kopi pemain lama)? Sensasinya berbeda. Bukan hanya karena gelas, rasa, aroma, tapi juga tempat kita duduk, posisi kursi meja bahkan bentuk meja dan tempat duduk.
Sejumlah riset menemukan bahwa di bawah cahaya terang (bright lighting) orang menjadi lebih emosional dan lebih perasa. Sehingga untuk mengelola emosi para ahli menggunakan rentang pencahayaan. Mereka menyebutnya Incandescent affect. Cahaya biru (blue light), misalnya, dapat memengaruhi kemampuan kognitif, ingatan, kewaspadaan, pengambilan keputusan dan respon terhadap sesuatu jika diberikan pada siang atau malam. Bagaimana ini bisa terjadi? Cahaya memengaruhi dari mata hingga bagian otak emosional dan primitif manusia, bernama sistem limbik. Sistem berpikir-1, dalam istilah pemenang Nobel Daniel Kahneman, bekerja secara instinktif dan selalu berupaya membawa manusia pada kondisi aman dan nyaman. Jika Anda mendapatkan sensasi yang menimbulkan rasa aman dan nyaman, maka emosi Anda akan relatif stabil. Sistem 1 akan lebih tenang dan anda akan lebih mudah berolah pikir yang sedikit lebih keras. Itu sebabnya, kebanyakan orang belajar lebih baik pada situasi dimana emosi mereka menjadi relatif stabil. Dan umumnya itu terjadi pada dini hari usai bangui tidur, atau tengah malam usai beristirahat sejenak.
Nama dan Rasa
Apakah nama menu makanan-minuman memengaruhi rasa dan selera Anda? Ambil contoh, apakah nama Kopi tubruk dan kopi arang (banyak di seputaran stasiun Tugu Jogyakarta) memengaruhi rasa Anda? Iya, begitu yang sebagian besar penikmat rasakan ketika saya bertanya. Seorang kawan saya mengirimi sebungkus kopi racik bumbu arab, dan seketika saya merasakan kopi menjadi lebih sedikit berkemenyan padahal tak ada isi kemenyan disitu. Sialnya, kawan saya yang lain mengirimi saya kopi Kapten dan saya sama sekali tidak merasakan jadi Kapten. hahahahahaha. Beberapa pasien merasakan menjadi lebih sehat jika air mineralnya bernama air Zamzam dibandingkan dengan memberi mereka nama air mineral biasa. Banyak pasien saya merasa lebih oke ketika diberikan obat ospamox atau intermoxil dibandingkan amoksilin. Padahal isinya sama sama amoksilin. Karena itu, kelirulah Shakespiere ketika ia mengatakan ‘what is in a name’ (apalah arti sebuah nama).
Sekelompok peneliti yang dipimpin oleh Okamoto (2008) menggunakan sejumlah cairan dengan rasa tertentu. Mereka membagi 46 subyek penelitian menjadi dua kelompok: kelompok yang dilabeli nama (lemon, coffee jelly, caramel candy, dan consomme soup) berjumlah 27 orang dan kelompok yang dilabeli angka saja untuk tiap cairan. Hasilnya? Kelompok yang dilabeli nama nama indah menunjukkan kesukaan (liking), kedekatan (familiarity) dan kekuatan rasa (intensity) yang lebih tinggi dari kelompok yang dilabeli angka saja. Anda mau coba? pergilah ke the Teras Cafe yang ada di kompleks Megamas, dan cermatilah nama nama menunya? Saya yakin selera Anda menaik seturut dengan keindahan nama menunya. Di sisi lain, apakah Anda merasa lebih enak dan menguras dompet minikmati kopi yang dinamai Black Coffee, expresso dan yang dinamai Kopi Hitam saja? Saya yakin Anda merasa lebih nikmat dan menguras dompet untuk Black Coffe dan expresso. Pernah Anda memiliki ekspektasi kecerdasan dan kehangatan lebih baik pada mereka yang bernama Jason, Elisabeth, Suzana, dibandingkan nama Sule, Jaja Mihardja atau Tukul? disinilah kekuatan menu dan nama menjadi sangat penting. Ahli marketing secara umum menyebutnya Brand.
Makhluk Multisensorik
Jika Anda makan atau minum, maka Anda tidak hanya berurusan dengan isi atau content apa yang sedang Anda nikmati. Tanpa sadar anda juga berurusan dengan wadah, warna, bentuk dan keadaan sekitarnya. Kenikmatan makanan-minuman tidak hanya karena isinya, tapi juga karena faktor non makanan yang memicu hampir semua organ indrawi Anda. Anda menikmati tidak hanya dengan organ pengecap (gustation) di lidah, tapi juga dengan organ cium (olfaction), pendengaran, penglihatan dan perabaan. Bahkan emosi Anda pun turut terlibat.
Manusia adalah makhluk multisensori alias multimodal. Kita punya sejumlah indra (umumnya disebut 5 indra saja. Ada lebih banyak indra lagi yang kita miliki). Otak didisain sedemikian rupa untuk memadukan semua indra yang kita miliki. Sehingga tanpa Anda sadari otak Anda menangkap lebih banyak informasi dari sekadar apa yang Anda amati dengan mata, telinga, hidung atau lidah saja. Informasi indrawi yang sangat terbatas oleh otak akan menjadi serbalengkap dan rinci. Kemampuan ini jika dioptimalkan sedemikian rupa akan merupakan kekuatan yang maha dahsyat dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan berakar kuat dalam kemampuan Anda mengelola informasi. Informasi yang diterima hanya oleh satu indra jauh lebih kurang akurat dibandingkan banyak indra. Itu sebabnya, kalimat ‘dengar banyak banyak, tapi sedikitlah bicara’ dapat mengandung arti bahwa informasi multisensorik harus menjadi kriteria utama dalam membuat keputusan. Tersirat dari sini bahwa dalam dunia yang overload informasi seperti saat ini ketajaman memilih dan memilah informasi harus menjadi bagian penting dari berpikir. Multisensorik dan multimodal berarti bahwa Anda harus cermat menggunakan semua piranti ini untuk mendapatkan informasi yang akurat (150118).