Menembus Batas Informasi: Bagaimana Big Data dan AI Membentuk Masa Depan Kita

HumasUPNVJ – Dalam era digital yang semakin berkembang pesat, ada dua kekuatan yang menjadi pendorong utama dalam perubahan revolusioner: Big Data dan Artificial Intelligence (AI). Kombinasi kedua konsep ini telah mengubah cara kita melihat data, mengolahnya, dan mengambil keputusan. Data bukan lagi sekadar angka-angka kosong, dan kecerdasan buatan tidak lagi hanya mimpi futuristik.

Teknologi selalu menjadi kekuatan pendorong perubahan. Namun, di antara semua inovasi yang menggemparkan dunia, tidak ada yang memiliki potensi untuk merombak cara kita hidup dan bekerja sebesar Artificial Intelligence (AI). Kemunculan AI yang cepat pada masa kini telah menjadi disrupsi teknologi yang merambah hampir setiap aspek kehidupan kita.

Sekarang kita berbicara tentang Big Data, kita berbicara tentang jumlah data yang begitu besar sehingga sulit dihitung dengan pikiran manusia biasa. Data yang berasal dari berbagai sumber: transaksi bisnis, sensor-sensor yang tersebar di seluruh perangkat yang kita gunakan, hingga aktivitas kita di media sosial.

Berkaitan dengan pentingnya pengetahuan akan Big Data dan AI, melalui kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2023 (08/07) yang berlangsung di Tennis Indoor, Senayan, para mahasiswa baru berkesempatan diberikan pembekalan oleh seorang Dosen dan Asisten Profesor dari Universitas Padjajaran Adi Wibowo, Ph.D.

Kunto mengatakan jika berbicara tentang Big Data paling tidak ada empat hal yang menjadi ciri khasnya. Dari keempat ciri ini nantinya akan terbentuk informasi yang mendukung pengambilan keputusan.

IMG_0908.JPG

Ciri pertama yang disinggung Kunto adalah variety (keragaman) yang mana jenis data begitu banyak mulai dari data pribadi, data yang diisikan pada formular pendaftaran, data survey, data yang didaftarkan pada aplikasi belanja, dsb. Dahulu sulit untuk menggabungkan data yang beragam itu namun dewasa kini semakin mudah dengan adanya Big Data sebab data menjadi terstruktur dsb. Menggabungkan data merupakan satu kajian atau satu bentuk aplikasi dari Big Data.

Kedua adalah velocity (kecepatan) yang mengacu pada kecepatan pengumpulan dan pemrosesan data. Setiap kita mengakses media spsial bahkan internet, kita meninggalkan data.

Ciri khas berikutnya adalah besarnya volume data yang dikumpulkan. Kunto mengambil contoh dari aplikasi Twitter. Berdasarkan informasi yang diberikan olehnya, sebelum Twitter berubah menjadi aplikasi X, ada 80 peneliti di seluruh dunia berkolaborasi mengumpulkan data dari Twitter dalam 24 jam. Tercatat terkumpul 375 juta tweet dalam kurun waktu 24 jam. Maka wajar saja jika data tersebut dikatakan sebagai Big Data.

Terakhir adalah veracity, berkenaan dengan bias, noise, dan abnormalitas yang selalu ada di dalam data. Hal ini disebabkan oleh perbedaan referensi, sikap, dan perilaku masyarakat.

Beralih dari pembicaraan soal Big Data, hal lain yang dianggap sebagai disrupsi teknologi pada zaman ini adalah Artificial Intelligence (AI). Konsep Ai dapat diartikan sebagai seperangkat teknologi yang memungkinkan komputer untuk melakukan fungsi-fungsi tingkat tinggi, termasuk kemampuan untuk melihat, memahami dan menerjemahkan bahasa tertulis maupun lisan, menganalisis data, membuat rekomendasi, dan memproduksi tulisan atau gambar.  

AI dapat juga dikatakan sebagai mesin atau entitas non biologis yang dapat mensimulasikan kemampuan dan proses kecerdasan alamiah pada manusia seperti belajar, berpikir, dan mengkoreksi diri.

Di dalam AI ada yang disebut machine learning. Ciri utamanya adalah adanya intervensi manusia, data terstruktur, dan tidak membutuhkan big data. Contoh machine learning yang erat dengan kehidupan sehari-hari di masa teknologi modern ini yaitu Google. Lalu ada juga deep learning misalnya Chat GPT. Teknologi satu ini mampu untuk melakukan pembelajaran sendiri dengan menggunakan big data yang tak terstruktur.

Keberadaan big data dan AI tentunya menciptakan efektifitas dan efisieni di berbagai bidang kehidupan. Peran AI dan kekuatan digital lainnya bisa menjadi kekuatan di dunia misalnya sebagai pendukung kemiliteran, perekonomian, dan pada bidang digital itu sendiri.

AI_readiness.png

Pada presentasinya Kunto menunjukkan kesiapan Indonesia terhadap AI. Berdasarkan data dari Oxford tahun 2020, Indonesia berada pada peringkat 62 dari 172 negara di seluruh dunia. Ada dua hal yang menjadi catatan penting untuk Indonesia. Pertama tentang visi untuk mendorong pengembangan dan implementasi AI di Indonesia. Kedua yaitu seberapa besar sektor teknologi yang akan menyuplai pemerintah dengan teknologi AI.

Disamping sisi positif yang timbul akibat kemunculan AI dan teknologi digital lainnya, dunia dihadapkan pada kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan sebab AI bisa menggantikan tenaga manusia dan dinilai lebih efisien dibeberapa sektor pekerjaan terutama pada entry level jobs. Otomatisasi pekerjaan ini juga dapat terjadi sebagai transisi dari pekerja berkeahlian menjadi knowledge workers.

Pada akhir paparannya Kunto juga menyinggung soal resiko AI untuk dunia Pendidikan, yaitu; 1) Kecurangan. Mahasiswa tidak akan mengakusisi pengetahuan; 2) Guessing AI. Terjadi misinformasi dan tidak akurat; 3) Bias. Data yang digunakan untuk melatih AI; 4) Privasi siswa. Data yang digunakan untuk kustomisasi; dan 5) Privasi data. Data governance untuk Pendidikan dan minor.

 

 

Berita Sebelumnya

Sinergi Eksplorasi Diri dan Kreativitas dalam PKKMB FISIP UPNVJ 2023

Berita Selanjutnya

UPNVJ Terima 58 Mahasiswa dari Wilayah Barat Hingga Timur Nusantara ‘Tuk Belajar Selama Satu Semester