HumasUPNVJ - Pada Sabtu, 21 November 2020, FPCI Chapter UPN Veteran Jakarta telah melaksanakan sebuah webinar (web seminar) sebagai bagian dari kelanjutan program kerja Behind The Success. Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, webinar ini sendiri merupakan webinar edisi kedua dari program Behind The Success, dan mengangkat tema kepemudaan dengan judul “Pemuda Menjadi Diplomat: Dari Ruang Kelas Hingga Realitas”. Webinar ini menghadirkan dua narasumber eksternal, yaitu Neta Cynara Anggina, S.Sos. dan Farras Ghaly, S.Hub.Int. yang merupakan fungsional diplomat Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Dihadirkan pula narasumber-narasumber terbaik dari keluarga besar FISIP UPN Veteran Jakarta seperti Dr. Bambang Susanto, M.A., dosen Program Studi Hubungan Internasional FISIP UPN Veteran Jakarta, dan Raden Haikal Dhikananda, seorang mahasiswa aktif Hubungan Internasional FISIP UPNVJ yang telah dikenal sebagai mahasiswa yang aktif dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kediplomatikan.
Pada pelaksanaannya, seluruh peserta webinar mulai dapat memasuki virtual room (Zoom) acara webinar Behind The Success #2 pada pukul 12.45 WIB. Pada pukul 13.00 WIB, master of ceremony (MC) webinar Behind The Success edisi ini, yaitu Tarisa Nurahma (salah satu anggota FPCI Chapter UPNVJ) memulai membuka acara tersebut. Acara tersebut sendiri dibuka dengan prosesi menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Bela Negara oleh seluruh peserta, narasumber, dan panitia. Setelah prosesi tersebut, ada penyampaian kata-kata sambutan yang disampaikan oleh Project Officer webinar Behind The Success #2 Zoltan Shaquille Pranasyah Jenie dan Presiden FPCI Chapter UPNVJ Muhammad Daffa Halin Ananda sebagai penyambutan keluarga besar FPCI Chapter UPNVJ kepada seluruh peserta webinar dan narasumber. Dengan berakhirnya sesi tersebut, maka telah tuntas seluruh pelaksanaan pembukaan webinar Behind The Success #2, dan sesi acara dilanjutkan kepada kegiatan webinar. Adapun yang bertugas sebagai moderator webinar tersebut adalah Nazaruddien Agus Salim Putra Angkotasan (anggota FPCI Chapter UPN Veteran Jakarta).
Pada pelaksanaan kegiatan webinar tersebut, pembicara pertama adalah Dr. Bambang, yang telah memberikan materi yang menarik dan komprehensif mengenai kediplomatikan dan profesi diplomat. Menurut Dr. Bambang, diplomasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia pada awalnya bertujuan semata-mata agar bangsa Indonesia dapat berdiri tanpa harus memihak dan menjadi sasaran dari kepentingan negara-negara raksasa yang berkompetisi dalam Perang Dingin. Indonesia bukanlah objek yang ditentukan atau diperebutkan oleh negara lain, tetapi sebagai subjek dalam sistem internasional yang bebas menentukan tujuan nasionalnya. Pada masa tersebut, ibarat “mendayung di antara dua karang”, Indonesia harus memastikan bahwa Amerika Serikat dan Uni Soviet tidak dapat mendikte kebijakan luar negeri bangsa Indonesia. Pada saat ini, arah luar negeri kita seperti mendayung di banyak karang karena sistem internasional tidaklah lagi bipolar antara AS dan Uni Soviet, melainkan multipolar dan multidimensional. Selain itu, beliau menjelaskan pula fungsi-fungsi kediplomatikan seperti politik, ekonomi, sosial budaya, konsuler, pertahanan, pendidikan dan kebudayaan, perdagangan, imigrasi, tenaga kerja, bea cukai, kejaksaan, dan sebagainya, serta juga disampaikan pula berbagai informasi menarik mengenai profesi diplomat seperti apa yang harus dipersiapkan untuk meraih dan menjalani profesi tersebut.
Pada narasumber berikutnya, yaitu Raden Haikal, dipaparkan mengenai UKM di UPNVJ yang dibentuk oleh dirinya yakni Veteran Conference. Pada awalnya, Raden Haikal membentuk Veteran Conference untuk meningkatkan skill berbahasa Inggris di kalangan mahasiswa UPNVJ. Raden Haikal menjelaskan secara sistematis tentang MUN (Model United Nations). Selain itu, dijelaskan pula bahwa Raden Haikal pernah menjadi magang di Kementerian Luar Negeri dan dirinya menjelaskan tentang kesempatan magang di luar negeri, di mana orang yang bersedia harus mempersiapkan biaya. Raden Haikal juga menjelaskan pengalamannya magang di Kementerian Luar Negeri, mulai dari pembaharuan informasi seputar isu domestik, hubungannya dengan Indonesia dan lain-lain.
Pembicara ketiga adalah Neta Cynara Anggina, S.Sos., seorang fungsional diplomat Kementerian Luar Negeri RI. Dalam pemaparannya, Neta menjelaskan mengenai isu-isu dalam dunia diplomatik, mulai dari isu high politics hingga low politics. Dijelaskan pula bahwa mencari sponsorship dapat menjawab kekhawatiran mengenai biaya untuk mengikuti kegiatan di luar kampus atau di luar negeri. Neta juga mengatakan bahwa dunia diplomasi bukan dunia yang maskulin, mengingat bahwa dunia tersebut sudah banyak diisi oleh diplomat-diplomat wanita. Kemudian, Neta menjelaskan pula mengenai proses CPNS Kementerian Luar Negeri, yang terdiri dari tiga tahapan. Tahapan pertama mencakup Seleksi Kompetensi Dasar, Seleksi Kompetensi Bidang, dan wawancara. Tahapan kedua mencakup psikotes dan tes kesehatan. Tahap ketiga adalah persiapan kemampuan bahasa. Kemudian, Neta juga memaparkan bahwa terdapat Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu) yang berfungsi sebagai sekolah khusus calon-calon diplomat untuk mematangkan keahlian diplomasinya sebelum benar-benar terjun ke dunia diplomasi. Kemudian, Neta menjelaskan bahwa dibalik kehidupan diplomat yang dianggap glamor, terdapat hal-hal penting dan krusial yang dilakukan. Seorang diplomat harus mampu menulis pidato dan melakukan riset dengan cemerlang. Seorang diplomat harus dapat berhadapan dengan media domestik dan media internasional secara baik dan seimbang. Diplomat akan mengurus jamuan, estetika, protokoler, dan hal-hal lain yang berada dalam dunia diplomatik. Neta memberikan gambaran dan ekspektasi yang jelas untuk para peserta yang antusias dengan profesi diplomat.
Pembicara keempat dan terakhir adalah Farras Ghaly, S.Hub.Int., seorang fungsional diplomat dari Kementerian Luar Negeri RI yang juga rekan sejawat dari Neta. Meneruskan apa yang Neta paparkan sebelumnya mengenai CPNS Kemenlu, Farras menambahkan beberapa hal seperti formasi umum dan formasi khusus yang berisi mahasiswa cumlaude. Farras juga berkata bahwa profesi diplomat tidak hanya diisi oleh mahasiswa jurusan hubungan internasional saja. Farras menambahkan bahwa dirinya bekerja di Direktorat Kerja Sama Intrakawasan dan Antarkawasan Amerika dan Eropa (KSIA AMEROP), dimana badan tersebut menjalin hubungan dengan organisasi-organisasi regional seperti FEALAC, MERCOSUR, CARICOM, dan lain-lain. Menurutnya, seorang diplomat harus mampu mengurus keperluan administratif, keprotokolan, kekanseliran, dan media handling. Berdasarkan pengalamannya, Faras berkata bahwa dunia diplomasi memberikan banyak manfaat seperti menambah pengetahuan terutama pada isu-isu global, menjadikan dirinya terbuka terhadap banyak hal, memberikannya kesempatan membawa nama Indonesia dan menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia, dan tentunya menjadi pelayan utama bagi warga negara Indonesia di luar negeri.
Setelah seluruh narasumber selesai memaparkan materi, arah webinar berlanjut ke sesi Questions and Answers (Q&A). Moderator mempersilakan kepada peserta yang terpilih untuk bertanya langsung kepada narasumber pilihan mereka berkaitan dengan pemaparan yang dibawa. Tercatat pertanyaan pertama datang dari Al Bahits dari UPNVJ yang menanyakan kepada Neta dan Farras mengenai apakah keikutsertaan dalam MUN dan konferensi-konferensi yang prestisius menjadi poin penting dalam perhitungan Kementerian Luar Negeri dalam menyeleksi para calon diplomat, atau justru penerimaan hanya akan bergantung pada tiga tahapan tes tersebut semata. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Neta mengatakan bahwa tidak ada persyaratan bahwa harus mengikuti MUN atau konferensi internasional karena itu pilihan pribadi, tetapi menurut pengalamannya, hal-hal tersebut sangat membantu di tahapan wawancara sebagai bahan tambahan untuk meyakinkan pewawancara dari Kemenlu. Neta mengatakan bahwa pendaftar tidak harus memiliki pengalaman internasional, dan mengatakan bahwa pengalaman dalam tingkat nasional seperti mengikuti lomba-lomba paper atau lainnya juga sangat membantu dan menjadi faktor penentu dalam seleksi. Farras mengamini perkataan Neta, dan mengatakan bahwa MUN dan pengalaman internasional bukan satu-satunya faktor penentu, namun menekankan bahwa hal-hal tersebut adalah penting. Berdasarkan pengalaman teman-teman beliau di Kemenlu, mayoritas di antaranya tidak memiliki pengalaman MUN kecuali dari mereka yang lulusan hubungan internasional. Faras kemudian mengatakan bahwa keikutsertaan di organisasi dan kegiatan-kegiatan di luar kurikulum kampus akan selalu menjadi bahan pertimbangan bagi para panelis dalam wawancara.
Pertanyaan kedua ditanyakan oleh Fiqi dari Universitas Negeri Semarang kepada Dr. Bambang. Fiqi Fauzi menanyakan tugas dan fungsi dari KUAI (Kuasa Usaha Ad Interim), dan apakah jabatan tersebut berbeda dengan Duta Besar. Dr. Bambang menjelaskan, harus dipahami dulu bahwa terdapat KUAI dan KUT (Kuasa Usaha Tetap). Level keduanya di hierarki birokrasi tidak setara dengan Duta Besar, karena merupakan seorang minister (lapis kedua tertinggi sebelum Duta Besar) dan jabatan KUT yang merupakan satu-satunya di dunia ini terdapat di Madagaskar. Dr. Bambang menjelaskan, bahwa ketika Duta Besar belum ada atau sedang keluar wilayah akreditasi, maka KUAI akan menjadi pemegang kekuasaan perwakilan sementara sampai Duta Besar kembali di posisi. Dr. Bambang mencontohkan: Misalnya seorang Duta Besar RI di Jerman sedang keluar ke Austria, maka Duta Besar tersebut akan membuat surat untuk menugaskan seorang minister untuk menjadi KUAI. Beberapa kewenangan tidak dapat dilakukan oleh KUAI. Selain itu, Dr. Bambang juga menambahkan mengenai konsep “diplomasi yang membumi” oleh Presiden Jokowi, di mana beliau berkata bahwa capaian diplomat akan dihitung. Konsep ini juga menghasilkan produktivitas perekonomian dan sosial yang tinggi di luar negeri karena terdapat di dalamnya implementasi konsep Nawacita dan Trisakti. Lanjutnya, hal ini berkaitan dengan Aspirative Foreign Policy: yaitu bagaimana aspirasi politik, ekonomi, dan sosial negara dapat ditampung oleh Kementerian Luar Negeri. Dalam penutupan jawabannya, Dr. Bambang mengatakan bahwa diplomat tidak hanya berdasi ria, seperti yang sudah disampaikan oleh Neta dan Farras sebelumnya. Pekerjaan ini meminta komitmen 24/7. Diplomat harus dapat mengerti dinamika dalam negeri, dan harus inovatif dan cepat tanggap. Menurut Dr. Bambang, gaya komunikasi diplomasi seperti faksimili tidak relevan lagi, dan menggunakan platform yang lebih cepat seperti jejaring sosial WhatsApp. Dr. Bambang berpesan, bahwa generasi muda harus selalu meningkatkan kualitas diri dalam konteks pemahaman bernegara. Menurutnya faktor idealisme dalam diri diplomat juga menjadi penting. dan Dr. Bambang mengatakan bahwa terdapat tantangan yang berbeda antara diplomat di generasinya dan di generasi sekarang.
Pertanyaan ketiga dan terakhir datang dari Cakra dari UPN Veteran Jakarta, yang bertanya apakah terdapat peluang bagi mahasiswa yang bukan lulusan HI dan sastra untuk menjadi seorang diplomat, mengingat bahwa pengetahuan internasional yang dipelajari oleh lulusan non-HI mungkin tidak seluas dengan yang dimiliki oleh lulusan HI. Farras menjawab bahwa kesempatan untuk lulusan non-HI lolos menjadi diplomat sangat besar asalkan memang jurusan tersebut dibuka seleksinya oleh Kemenlu. Farras menyebutkan bahwa banyak temannya berasal dari jurusan sastra dan komunikasi tetap lolos seleksi, karena mereka dalam proses seleksi hanya bersaing dengan teman sesuai jurusannya masing-masing. Dengan sistem demikian, Farras mengatakan bahwa kesempatan tersebut terbuka lebar. Neta kemudian menambahkan, bahwa orang-orang lulusan HI di Kemenlu akan berkolaborasi dan saling melengkapi dengan orang-orang lulusan non-HI ketika menjalankan fungsi sebagai diplomat, karena memang mereka semua direkrut oleh Kemenlu karena jasanya dibutuhkan. Oleh karena itu, Neta berpesan agar lulusan non-HI untuk tidak berkecil hati dalam mendaftar.
Akhirnya, kesimpulan yang diambil oleh moderator untuk seluruh rangkaian acara. Dr. Bambang hadir untuk memberikan penjelasan mengenai profesi diplomat secara teoritis dan juga menjelaskan sedikit pengalamannya selama menjabat di Kemenlu. Raden Haikal hadir untuk menjelaskan mengenai pengalaman dan pelajaran yang dia dapatkan sebagai mahasiswa jurusan HI dan kaitannya dengan profesi diplomat. Neta dan Farras hadir untuk berbagi ilmu mengenai prosedur dan saran dalam menjadi seorang diplomat, sistem dan cara kerja Kementerian Luar Negeri, profesi diplomat dalam praktikalitasnya, dan pengalaman mereka sebagai fungsional-fungsional diplomat.